Pornografi
dan Pornoaksi ditinjau dari Perspektif Hukum Islam
Makalah ini diajukan untuk memenuhi
salah satu tugas dari mata kuliah Masail Fiqhiyyah
Dosen
Pengampu:
Khoirun
Nasik, S.HI., M.HI
Disusun
Oleh :
Dery
Ariswanto (130711100086)
Eko
Nor Muhammad (130711100031)
Ulfiatul
Afifah (130711100035)
Siti
Nurul Hidayah (130711100098)
HUKUM
BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS
ILMUKEISLAMAN
UNIVERSITAS
TRUNOJOYO MADURA
2015
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah
puja dan puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah
memberika taufik, rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan
makalah kami yang membahas tentang “Pornografi
dan Pornoaksi ditinjau dari Perspektif Hukum Islam”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Masail Fiqhiyyah.
Kami
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih
kepada Dosen Pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah
ini. Dalam tulisan makalah, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.
Yang
terakhir, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amiin.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb
Bangkalan, 17 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
Cover..........................................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang................................................................................................ 1
B.Rumusan Masalah............................................................................................ 2
C.Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pornografi dan Pornoaksi............................................................. 3
B.
Batasan
dalam Pornografi dan Pornoaksi....................................................... 4
1.
Batasan
Agama dan Seni........................................................................... 4
2.
Batasan
tempat dan waktu........................................................................ 5
3.
Batasan
Budaya......................................................................................... 5
C.
Bentuk
Pornografi dan Pornoaksi.................................................................. 6
D.
Penyebab
Pornografi dan Pornoaksi............................................................... 7
E.
Pandangan
Islam terhadap Pornografi dan Pornoaksi.................................... 7
1.
Konsep
Aurat dalam Islam........................................................................ 8
2.
Konsep
kepemilikan tubuh dan Harta..................................................... 14
3.
Pornografi
dan Pornoaksi dalam tujuan Hukum Islam............................ 15
4.
Hukum
Pornografi dan Pornoaksi dalam Islam....................................... 16
5.
Pandangan
MUI terhadap Pornografi dan Pornoaksi.............................. 19
6.
Tinjauan
UU. Pornografi......................................................................... 22
F.
Dampak
Pornografi dan Pornoaksi............................................................... 23
BAB III PENUTUP
A.Simpulan........................................................................................................ 26
B.Saran.............................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perkembangan
dan kebebasan media merupakan tolok ukur kemajuan informasi. Bangsa atau negara
dikatakan maju jika mampu mengembangkan teknologinya informasinya, termasuk
Indonesia. Saat ini, prestasi kemajuan keberhasilan hanya dilihat secara
sekilas saja yang bersifat value netral tanpa terikat dengan nilai-nilai yang
ada. Orang dalam individu atau komunalnya bebas memproduksi dan atau
menggunakan teknologi informasi. Termasuk diantaranya adalah VCD/DVD, HP,
internet, majalah elektronik dan sebagainya. Namun, apakah kemajuan tetap bisa
dikatakan sebagai kemajuan jika semua itu mengandung hal-hal yang bertentangan
dengan nilai-nilai yang ada, seperti penganiayaan, pornografi, eksploitasi
manusia dan kekerasan. Seringkali dijumpai pada era globalisasi ini adalah
hal-hal yang berbau seksualitas, merangsang birahi dan bersifat menggoda setiap
individu yang menjumpainya. Itulah pornografi/aksi, sebuah tirani yang
berlindung dibalik legitimasi kemajuan dan seni.
Islam dalam hal ini menuntun, membimbing mengarahkan
dan menentukan manusia dalam memperlakukan dan memanfaatkan tubuh, agar terjaga
kehormatan, derajat, dan martabat diri, baik dalam keluarga, masyarakat dan
bangsa, untuk mencapai kebahagiaan hidup dan
kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Kiranya siapapun akan terhenyak lantas
bergairah ketika mendengar kata pornografi atapun pornoaksi. Karena begitu
kompleksnya, masalah yang menggugah image dan libido makhluk Adam yang
tak kenal usia dan strata sosial ini, masalah pornografi dan pornoaksi semakin
memprihatinkan dan dampak negatifnya pun semakin nyata, diantaranya sering
terjadi perzinaan, perkosaan dan bahkan pembunuhan maupun aborsi.
Apabila kehidupan masyarakat
dihadapkan secara terus menerus dengan suguhan yang tidak mengindahkan
batas-batas nilai kesopanan dan kesusilaan, maka bisa jadi pornografi dan
pornoaksi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang asusila, akan tetapi menjadi
sesuatu yang biasa dalam masyarakat, sehingga perilaku masyarakat pun akan
berubah. Maka dari itu, pada maklah ini akan dikupas mengenai pornografi dan
pornoaksi ditinjau dari perspektif Islam.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat diketahui beberapa
rumusan masalahnya. Adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1.
Apakah
yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi?
2.
Bagaimanakah
batasan atau kriteria pornografi dan pornoaksi?
3.
Bagaimanakah
bentuk-bentuk pornografi dan pornoaksi?
4.
Apakah
penyebab pornografi dan pornoaksi?
5.
Bagaimankah
Pandangan Islam terhadap pornografi dan pornoaksi?
6.
Bagaimanakah
dampak dari pornografi dan pornoaksi?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
uraian rumusan permasalahan di atas, maka dapat diketahui beberapa tujuan dalam
penulisan makalah ini. Adapun tujuan penulisannya yaitu sebagai berikut:
1.
Mengetahui
apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi.
2.
Untuk
mengetahui bagaimanakah batasan atau kriteria pornografi dan pornoaksi.
3.
Untuk
mengetahui bagaimanakah bentuk-bentuk pornografi dan pornoaksi.
4.
Untuk
mengetahui apakah penyebab pornografi dan pornoaksi.
5.
Untuk
mengetahui bagaimankah pandangan Islam terhadap pornografi dan pornoaksi.
6.
Untuk
mengetahui bagaimanakah dampak dari pornografi dan pornoaksi.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
Secara
etimologis kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne
(pelacur), dan graphein (ungkapan) atau graphos (gambar atau
tulisan). Dan pada perkembangan selanjutnya kata porne itu melahirkan
kata porno yang berarti cabul, sehingga secara etimologi pornografi berarti
ungkapan atau gambar atau tulisan cabul. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pornografi diartikan sebagai: (1) penggambaran tingkah laku
secara erotis dengan lukisan atau untuk membangkitkan nafsu birahi, mempunyai
kecenderungan merendahkan kaum wanita; (2) bahan yang dirancang dengan sengaja
dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu seks.
Menurut Esther D. Reed
sebagaimana yang dikutip oleh Supartiningsih berpendapat bahwa pornografi
secara material menyatukan seks atau eksposur yang berhubungan dengan kelamin
sehingga dapat menurunkan martabat atau harga diri. Sedangkan menurut Rowen
Ogien pornografi dapat didefinisikan sebagai representasi eksplisit (gambar,
tulisan, lukisan dan foto) dari aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh,
mesum atau cabul yang dimaksudkan untuk dikomunikasi ke publik.[1]
Menurut istilah, pornografi adalah setiap gambar atau
bacaan yang dapat membangkitkan birahi dan menurut istilah fiqh dinamakan
dengan As-Shirah aw al-kitabah al-mutsirozaini li asy-syahwah (gambar
atau tulisan yang dapat membangkitkan syahwat).[2] Sementara itu di sisi lain, “Pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.[3]
Kemudian
mengenai pengertian pornoaksi, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian
pornografi, hanya saja pada pengertian pornoaksi lebih ditekankan pada
penggambaran aksi gerakan lenggokan dan liukan tubuh yang disengaja atau tidak
sengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual. Pornoaksi adalah segala tingkah
laku erotis untuk membangkitkan nafsu birahi atau perilaku dan ucapan yang
bersifat cabul dan menimbulkan syahwat. Dalam bahasa fiqh pornoaksi
dikategorikan al-afal al mutsiroh li as-syahwah aw al-iftitan
(perbuatan-perbuatan yang dapat mengundang syahwat yang menimbulkan fitnah).[4] Kesimpulannya bahwa pornoaksi adalah yang dilakukan secara
langsung, sementara pornografi adalah yang ditampilkan melalui perantara media.
B.
Batasan Pornografi dan Pornoaksi
Berdasarkan
kedudukannya dalam pandangan umum, pornografi dan pornoaksi dapat kita tinjau
dari dua sudut yaitu sudut social kultural dan sudut etika. Jika keduanya
dibawa dalam konteks Indoesia maka akan melahirkan rumusan batasan tentang
pornografi dan pornoaksi sebagai berikut:[5]
1.
Batasan Agama dan Seni
Di
tengah keberagaman yang ada, agama bertugas menyoroti pada aspek moral etika
pemeluknya. Kreteria baik yang lebih menekankan pada masalah etis sangat
diperlukan walaupun tekanannya bisa berbeda. Dalam ilmu penghetahuan, yang
benar mengenai arti seni adalah pada arti yang indah estetika, dan dalam bidang
etis tekannanya pada yang baik. Penilaian yang bijaksana mengenai masalah
seksualitas, kreteria benar dan indah harus diikutsertakan sebagai landasan
dasar untuk menggapai suatu penilaian yang bijaksana. Pengalaman manusia dan
kebenaran agama, ilmu pengetahuan dapat sangat membantu manusia dalam membuat penilaian etis yang
proporsional serta bertanggung jawab tanpa harus terjebak dalam keputusan yang
salah, seperti membuat larangan-larangan moral yang irrasional atau sebaliknya
justru lepas kontrol moral etika.
2.
Batasan Tempat dan Waktu
Pembagian
penduduk Indonesia berdasarkan seting tempat tinggalnya terbagi menjadi
penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Terjadi perbedaan yang mencolok dari
keduanya berdasarkan segi kehidupan social, adalah penduduk perkotaan mengalami
kemajuan yang sangat menonjol. Sementara penduduk pedesaan identik dengan keteguhannya
pada nilai-nilai tradisionalitasnya.
3.
Batasan Budaya
Pembagian
penduduk Indonesia berdasarkan adat dan budayanya, tersebar dari Aceh sampai
Papua, masing-masing memegang teguh tradisi, adat istiadat, dan kultur yang
ada, terutama yang diwarisi dari para leluhurnya. Seperti masyarakat adat Papua
dengan kotekanya dan Jawa dengan “kembennya”.
Selanjutnya
dalam menentukan kriteria pornografi/aksi didapati keterkaitan antara sistem
budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan sistem organis. Dengan demikian
perubahan pada nilai atau sistem budaya akan berakibat pada perubahan sistem
sosial. Perubahan pada tingkat ini akan berakibat tingkatnya sistem kepribadian
dan organisme aksi masyarakat. Melihat pergeseran tersebut terjadi perbedaan
yang sangat signifikan antara masyarakat Barat dan masyarkat Timur dalam
memandang kriteria pornografi dan pornoaksi.
a.
Isolasi
Seks
Seksualitas
diciutkan kepada sekedar alat kelamin genital untuk merangsang nafsu birahi
terlepas dari nilai personal seperti cinta kasih dan kemesraan. Daya-daya
seksual yang menyeluruh tidak diceritakan sebagai sarana ungkapan cinta dalam
perkawinan dan cara untuk melanjutkan keturunan dalam keluarga. Seks dilepaskan
dari aspek yang lain seperti aspek psikologis, sosial dan moral.
b.
Perangsangan
Nafsu Birahi
Menonjolkan
kelamin genital untuk merangsang nafsu birahi yang brutal, seolah-olah pria dan
wanita adalah obyek yang harus dinikmati. Orang lain adalah alat untuk
melampiaskan nafsu birahi yang irasional. Tidak dilihat bahwa dorongan seksual
dapat dibudidayakan dan disumblimasi (ditingkatkan derajatnya). Bahwa manusia
juga memiliki akal budi, kehendak dan cita-cita yang luhur.
c.
Tiadanya
Hormat terhadap Lingkungan Intim
Hal-hal
yang berhubungan dengan seksual dalam keseluruhan hidup disajikan secara
terbuka. Itu berarti perendahan atau pelecehan nilai suci perkawinan dan
keluarga. Sekaligus tidak menghargai privasi di bidang seksualitas manusiawi.
d.
Membangkitkan
Dunia Khayalan
Mempertontonkan
gambar telanjang dengan tujuan tidak menjelaskan secara benar fungsi alat
kelamin, tetapi lebih untuk membuat mereka berkhayal ke dunia fantasi seks.
C.
Bentuk Pornografi dan
Pornoaksi
Dalam kenyataannya, pornografi/aksi muncul dalam
berbagai bentuk dan medium, baik melalui media cetak, elektronik maupun secara
langsung. Berikut adalah bentuk-bentuk pornografi/aksi yang sering kita temui
dimasyarakat:[6]
a. Pornografi dalam Bentuk Media Cetak
Tabloid, majalah, koran dan buku yang masuk dalam
kategori ini adalah mereka yang memuat gambar atau kata-kata yang mengeksplisitasi
seks, syahwat atau penyimpangan seksual serta gambar-gambar telanjang atau
setengah telanjang sehingga perhatian pembaca terarah pada bagian-bagian
tertentu yang bisa membangkitkan rangsangan seksual.
b. Pornografi dalam Bentuk Media Elektronik
Musik dan film yang terdapat dalam TV, VCD/DVD, HP
maupun internet yang isinya mengesankan pria atau wanita telanjang, ciuman,
adegan, gerakan, suara persenggamaan atau kesan persenggamaan; perilaku seksual
yang tampil secara fisikal, kesan-kesan seksual yang ditampilakan secara tidak
langsung, missal lewat asosiasi, ilusi, sindiran atau kata-kata simbol.
c. Pornoaksi dalam Bentuk Langsung
Tarian seronok dan striptease show, yaitu gerakan atau
tindakan yang dengan sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya untuk sekedar
menggoda nafsu dan atau membangkitkan nafsu birahi.
D.
Penyebab Pornografi dan Pornoaksi
Diantara penyebab terjadinya perilaku pornografi
antara lain:[7]
1. Faktor politik dibidang keagamaan
yang terlihat dalam politik pendidikan agama disekolah-sekolahdasar sampai
perguruan tinggi. Jumlah jam pelajaran atau jam kuliah masih sangat tidak
memadai dibanding jam tayangan televisi yang mendominasi waktu belajar.
2. Pengaruh budaya asing yang masuk
dalam negeri melalui jaringan media komunikasi, baik cetak maupun elektronik.
3. Kurangnya pengawasan dari
orangtua.
4. Frustasi ekonomi, yang ditandai
dengan remutusa hubungan kerja (PHK) dan banyaknya pengangguran. Dengan kondisi
yang sulit itulah menyebabkan orang mencari jalan pintas untuk mencukupi
kebutuhan, meskipun harus merugikan atau merusak moral orang banyak.
5. Kurangnya pengetahuan dan bahaya
dari pornografi dan pornoaksi.
E.
Pandangan Islam terhadap
Pornografi dan Pornoaksi
Dalam perspektif Islam,
pembicaraan tentang pornografi tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan
tentang aurat, tabarruj (berpenampilan seronok), dan pakaian. Unsur yang
terpenting dalam konsep pornografi adalah melanggar kesusilaan dan
membangkitkan nafsu seks. Sedangkan dalam terminologi Islam persoalan tersebut
erat kaitannya dengan persoalan aurat dan pakaian. Karena yang disebut aurat
dalam Islam adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh diperlihatkan atau
harus ditutup karena dapat menimbulkan rasa malu. (QS. An-Nur: 58), dan
membangkitkan nafsu seks orang yang melihatnya (QS. Al-Ahzab: 59). Sementara
itu pakaian merupakan alay yang digunakan untuk menutup aurat yang dimaksud.
Sedangkan tabarruj menggambarkan seseorang dalam berpakaian yang
cenderung seronok atau mencirikan penampilan yang tidak terhormat. Penampilan
yang dimaksud merupakan gabungan dari pemahaman seseorang tentang batasan aurat
dan cara berpakaian.[8]
1. Konsep Aurat dalam Islam
Aurat adalah anggota badan yang harus ditutup.
Ketika dikatakan “aurat perempuan atau wanita” maka maksudnya adalah anggota
tubuh wanita yang harus ditutup saat berada di depan laki-laki atau sesama
perempuan. Laki-laki juga memiliki anggota tubuh yang harus disembunyikan dari
pandangan wanita mahram, non-mahram atau dari sesama pria.[9] Barang
siapa yang melihat aurat lawan jenis maka ia berbuat dosa yang diharamkan
agama. Allah SWT. berfirman:
قُل
لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ
ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُون
Artinya:
Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya
mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan
memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka;
sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka
kerjakan. (Q.S. An-Nur/24:30)
Di samping itu, dalam QS. An-Nur: 31, yang
berbunyi:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا
ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ
زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ
أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ
بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ
الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ
وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُونَ
Artinya:
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka,
atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.(QS. An-Nur: 31)
Sementara
itu dalam hadist-hadist:
a. Sesungguhnya
Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan
tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina
hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat... (H.R. Al-Bukhari: 5774)
b. Tujuh
orang pada hari kiamat kelak Allah tidak mau memandangnya dan mengampuni
dosanya, yaitu ... orang yang menikahi tangannya (masturbasi)... (H.R.
Al-Baihaqi: 5232)
c. Seseorang
ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang
tidak halal baginya. (H.R. At-Tabrani: 16881)
Sementara
itu, dalam Surah An-Nur Ayat 2 yaitu:
الزَّانِيَةُ
وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا
تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ
بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ
الْمُؤْمِنِينَ
Artinya:
Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya
seratus kali. Dan janganlah rasa belas kasihan kepada mereka keduanya mencegah
kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah
dan hari kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sebagian orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nur/24: 2)
a. Aurat
Perempuan
Aurat perempuan atau anggota tubuh yang harus
ditutupi itu berbeda sesuai dengan situasi atau kondisi dengan siapa dia
berkumpul atau bertemu. Apakah dengan sesama wanita, dengan laki-laki bukan
mahram, dengan pria yang mahram atau saat shalat. Penjelasan ini berdasarkan
pandangan ulama fiqih madzhab empat yaitu Syafi'i, Hanafi, Maliki dan Hanbali.[10]
1) Aurat
Perempuan dengan Sesama Wanita Muslimah
Jumhur Ulama berpendapat bahwa aurat wanita di
depan perempuan lain sama dengan auratnya laki-laki yaitu antara pusar sampai
lutut. Dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah dikatakan:
ذهب الفقهاء إلى أن عورة المرأة بالنسبة للمرأة
هي كعورة الرجل إلى الرجل، أي ما بين السرة والركبة، ولذا يجوز لها النظر إلى جميع
بدنها عدا ما بين هذين العضوين ، وذلك لوجود المجانسة وانعدام الشهوة غالبا ، ولكن
يحرم ذلك مع الشهوة وخوف الفتنة.
“Para ahli fiqih berpendapat bahwa aurat wanita
dengan sesama perempuan itu sama dengan aurat laki-laki yaitu antara pusar
sampai lutut. Oleh karena itu wanita boleh memandang seluruh tubuh wanita lain
kecuali antara pusar dan lutut. Hal itu disebabkan karena sesama jenis dan
umumnya tidak ada syahwat. Akan tetapi haram hukumnya apabila melihat disertai
syahwat dan takut terjadi fitnah.”
Namun menurut suatu pendapat dalam madzhab
Maliki dan Hanbali, aurat wanita dengan wanita lain adalah kedua kemaluan depan
dan belakang saja. Menurut Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf mengtakan
bahwa ini adalah salah satu pendapat dalam madzhab Hanbali.
2) Aurat
Anak Perempaun (Belum Baligh)
Anak kecil perempuan usia di bawah 4 (empat)
tahun maka tidak ada aurat baginya menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali.
Sedangkan, anak kecil perempuan usia di atas 4 (empat) tahun dan belum
mengundang syahwat maka auratnya adalah depan dan belakang (farji dan dubur)
menurut madzhab Hanafi. Apabila mengundang syahwat, maka auratnya sama dengan
perempuan dewasa walaupun usianya di bawah 10 tahun menurut madzhab Syafi'i,
Hanafi dan Maliki.
Anak perempuan usia 7 (tujuh) tahun ke atas,
auratnya di depan laki-laki bukan mahram adalah seluruh tubuh menurut madzhab
Hanbali kecuali wajah, leher, kepala, tangan sampai siku dan kaki. Sedangkan,
anak perempuan usia 10 tahun auratnya sama dengan wanita usia dewasa yakni
seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan
Hanbali.
3) Aurat
Perempaun dengan Laki-laki Bukan Mahram
•
Madzhab Syafi'i: Di depan laki-laki yang bukan
mahram seluruh tubuh wanita adalah aurat (harus ditutup) kecuali wajah, telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam kiab al-Umm juz I halaman 89, Imam asy-Syafi'i
berkata:
وكل
المرأة عورة، إلا كفيها ووجهها. وظهر قدميها عورة
Artinya:
“Seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajah. Sedang
bagian atas kaki adalah aurat (telapak kaki bukan aurat).”
•
Madzhab Maliki: Madzhab Maliki sama dengan
Madzhab Syafi'i bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan
telapak tangan. Imam ‘Iyadh Rh. Berkata:
ولا خلاف
أن فرض ستر الوجه مما اختص به أزواج النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya:
“Tidak ada perbedaan ulama mengenai wajibnya menutupi wajah wanita, itu
(wajibnya menutupi wajah) termasuk salah satu kekhususan bagi para istri Nabi
Saw.”
• Madzhab
Hanafi: Seluruh ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah dan kedua tangan
perempuan boleh terbuka/bukan aurat. Dan laki-laki boleh memandang wajah
perempuan asal tidak syahwat. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani
al-Atsar juz II halaman 392 menyatakan:
أبيح
للناس أن ينظروا إلى ما ليس بمحرَّم عليهم من النساء إلى وجوههن وأكفهن، وحرم ذلك
عليهم من أزواج النبي. وهو قول أبي حنيفة وأبي يوسف ومحمد رحمهم الله تعالى
Artinya:
Diperbolehkan bagi seseorang untuk memandang sesuatu dari perempuan yang
tidak diharamkan atasnya, yakni wajah dan telapak tangan mereka. Diharamkan
yang demikian itu (memandangnya) adalah bagi para istri Nabi Saw. Yang demikian
itu adalah pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf dan Muhammad Saw.
• Madzhab
Hanbali: Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam masalah aurat wanita.
Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini berpendapat dalam salah satu riwayat
bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, baik saat shalat
maupun di luar shalat. Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad bin Hanbal
menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram. Imam al-Mardawi
dalam kitab al-Inshaf juz I halaman 452 berkata:
الصحيح من
المذهب أن الوجه ليس من العورة
Artinya: Bahwa yang benar dari Madzhab
Hanbali adalah berpendapat wajah bukanlah aurat.
4) Aurat
Perempaun dengan Laki-laki Mahram
•
Madzhab Syafi'i: Aurat wanita saat bersama
dengan laki-laki mahram adalah antara pusar sampai lutut. Itu berarti sama
dengan aurat wanita dengan sesama wanita. Berdasarkan keterangan Imam Khatib
asy-Syarbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj juz I halaman 185 dan juz III halaman
131.
• Madzhab
Maliki: Ulama Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat perempuan di depan
laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala dan leher.
Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman
554, Kasyaf al-Qina' juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.
• Madzhab
Hanbali: Ulama Madzhab Hanbali berpendapat bahwa aurat perempuan di depan
laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala, leher,
tangan dan saq (antara lutut sampai telapak kaki). Sebagaiman keterangan Imam
Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V
halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.
•
Madzhab Hanafi: Aurat wanita di depan laki-laki
mahram adalah sama dengan pendapat Madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain
wajah, kepala dan leher ditambah dada. Dalam Madzhab Hanafi laki-laki boleh
memandang dada wanita mahram apabila tidak syahwat. Berdasarkan keterangan
dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin juz I halaman 271.
5) Aurat
Perempaun ketika Shalat
Menutupi aurat ketika shalat adalah wajib
dilakukan sejak awal sampai akhir shalat. Apabila aurat terbuka di tengah
shalat tanpa sengaja, maka shalatnya tidak batal asalkan sedikit dan segera
ditutup. Apabila tebrukanya secara sengaja maka shalatnya batal dan wajib
mengulangi. Batas aurat wanita saat shalat menurut madzhab yang 4 (empat)
adalah:
·
Madzhab Syafi'i: Ketika shalat seluruh tubuh
wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan luar dan dalam.
·
Madzhab Hanafi: Ketika shalat aurat perempuan
adalah seluruh tubuh kecuali; telapak tangan bagian dalam (bagian luar telapak
tangan termasuk aurat) dan bagian luar telapak kaki (telapak kaki bagian dalam
adalah aurat).
·
Madzhab Hanbali: Ketika shalat aurat perempuan
adalah seluruh tubuh kecuali wajah.
·
Madzhab Maliki: Dalam Madzhab Maliki membagi
aurat wanita ketika shalat menjadi 2 (dua) yaitu mughalladzah (berat) dan
mukhaffafah (ringan) dan masing-masing memiliki hukum tersendiri. Aurat
mughalladzah adalah seluruh anggota tubuh selain seputar kepala, dada dan
punggung atau antara pusar sampai lutut. Aurat mukhaffafah (ringan) adalah
seluruh tubuh selain dada, punggung, leher, lengan (antara siku sampai
pergelangan tangan) dan dari lutut sampai akhir telapak kaki atau selain pusar
sampai lutut kaki. Terbukanya aurat mughalladzah ketika shalat dapat
membatalkan shalat. Sedang terbukanya aurat mukhaffafah tidak membatalkan
shalat. Akan tetapi disunnahkan mengulangi shalat apabila waktu mencukupi.
b. Aurat
Laki-Laki
1) Aurat
Laki-laki dengan Sesama Laki-laki
Aurat atau anggota tubuh yang wajib ditutupi
bagi laki-laki dengan sesama laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Oleh
karena itu, laki-laki tidak boleh membuka bagian tubuh yang termasuk aurat
walaupun aman dari syahwat. Hal ini berdasarkan pada hadits riwayat Imam Hakim:
عورة
الرجل ما بين سرته إلى ركبته
Nabi Saw. Bersabda: “Auratnya laki-laki adalah
antara pusar dan lutut.”
Menurut pendapat Ibnu Hazm, paha laki-laki
bukanlah termasuk aurat. Pendapat ini menurut Jumhur Ulama dianggap lemah
karena ada hadits yang menyatakan: الفخذ عورة
(Paha itu aurat).
2) Aurat
Laki-laki di Depan Perempuan
Aurat laki-laki di depan perempuan adalah
anggota tubuh yang berada di antara pusar dan lutut. Baik saat bersama dengan
perempuan mahram atau wanita yang bukan mahram.
2. Konsep Kepemilikan Tubuh dan Harta
فَكُلُوا مِمَّا
رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ
إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari
rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu. (Q.S An-Nahl : 114)
Dalam konsepsi Islam sudah jelas bahwasannya untuk
memperoleh rizki harus melalui jalan yang halal sekaligus harus baik, karena
kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sementara itu menurut ajaran Islam,
tubuh manusia merupakan amanah Allah, yang wajib dipelihara dan dijaga dari
segala perbuatan dosa dan perbuatan yang merugikan diri pemilik tubuh itu
sendiri serta lingkungannya, hal itu demi keselamatan dan kemaslahatan hidup
dan kehidupan semua pihak, baik ketika masih hidup di dunia maupun diakhirat
kelak.
Hubungan antara pornografi/aksi dengan kepemilikan
tubuh terletak pada apa dan bagaimana perolehan sejumlah harta yang digunakan
untuk memenuhi atau merawat tubuh tersebut. Oleh karena itu, cara perolehan
harta melalui pemanfaatan tubuh untuk pornografi/aksi dari sudut pandang apapun
adalah cara yang tidak baik, karena melanggar norma-norma yang ada apalagi
norma agama, dan jauh dari nilai-nilai kehalalan (dijelaskan pada bagian
selanjutnya).[11]
3. Pornografi dan Pornoaksi dalam Tujuan Hukum Islam
Menurut Imam Ghazali dan para penerusnya, tujuan hukum
Islam adalah tercapainya kemaslahatan dalam peringkat daruriyyah
(primer), hajiyyat (sekunder) dan tahsiniyyat (tersier), yang
dirinci dalam al-maqasid asy-syar’iyyah, yaitu:[12]
a. Al-Muhafayah ala al-ddin (menjaga agama)
b. Al-Muhafazah ala an-nafs (memelihara jiwa)
c. Al-Muhafazah ala al-aql (memelihara akal)
d. Al-Muhafazah ala an-nasb (memelihara keturunan)
e. Al-Muhafazah ala al-mal (memelihara harta), dan menurut Muhammad Muslehuddin ditambah dengan
memelihara kehormatan
Tubuh manusia yang didalamnya terdapat ruh, jiwa, akal
dan qalbu, menurut ajaran Islam, merupakan amanah Allah yang berkaitan dengan
seluruh tujuan hukum Islam seperti tersebut diatas. Tujuan hukum Islam yang
terkandung dalam larangan perzinaan (termasuk pornografi/aksi) adalah termasuk
kemaslahatan dalam peringkat daruriyyah, karena disana terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang kepadanya
bersandar kehidupan manusia dan eksistensi masyarakat. Jika kemaslahatan itu
tidak ada maka akan terjadi kerusakan di dunia dan akhirat.
Pemeliharaan diri dari hal-hal yang bersifat
pornografi/aksi berarti merupakan pemeliharaan tubuh, yang meliputi
pemeliharaan jiwa, akal dan rohani yang menyatu terwujud dalam tubuh setiap
manusia yang sekaligus berarti memelihara agama, keturunan dan harta, serta
kehormatan diri.
4. Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Islam
Dari beberapa pemaparan diatas, maka menurut hukum
Islam, perbuatan pornografi/aksi dinilai sebagai sesuatu yang melanggar karena
menampakkan aurat yang wajib ditutup, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S An-Nur
ayat 31 yang berbunyi:
وَقُلْ
لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ
عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ
آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي
أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ
التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ
لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ
لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا
أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman:
"Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak
daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami
mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara
laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Sementara itu dalam hadis-hadis Nabi juga banyak
disebutkan tentang larangan berpakaian transparan dan tembus pandang, erotis,
sensual serta berperilaku yang dapat menimbulkan rangsangan seks:[13]
حَدَّثَنَا أَبُو
عَامِرٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي
ابْنَ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنِ ابْنِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ أَبَاهُ
أُسَامَةَ قَالَ كَسَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قُبْطِيَّةً كَثِيفَةً كَانَتْ مِمَّا أَهْدَاهَا دِحْيَةُ الْكَلْبِيُّ
فَكَسَوْتُهَا امْرَأَتِي فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مَا لَكَ لَمْ تَلْبَسْ الْقُبْطِيَّةَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
كَسَوْتُهَا امْرَأَتِي فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا غِلَالَةً إِنِّي أَخَافُ أَنْ تَصِفَ
حَجْمَ عِظَامِهَا
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir
Telah menceritakan kepada kami Zuhair ibn Muhammad dari 'Abdullah bin
Muhammad bin 'Uqail dari Ibnu Usamah bin Zaid bahwa ayahnya berata: Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa salam mengenakan baju dari Qibti yang tebal padaku yang
pernah dihadiahkan kepada Dihyah Al-Kalbi, kemudian saya mengenakannya pada
istriku kemudian Rasulullah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda
kepadaku: "Kenapa kau tidak memakai baju dari Qibti?" saya menjawab:
Wahai Rasulullah! saya mengenakannya pada istri saya. Kemudian Rasulullah
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Suruhlah dia untuk
mengenakan kain tipis dibawahnya karena saya khawatir (baju itu) memperlihatkan
setengah bentuk tulangnya (bentuk tubuhnya)." (H.R Ahmad dalam
Musnadnya, Hadis no. 20787)
و حَدَّثَنِي عَنْ
مَالِك عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ أَبِي عَلْقَمَةَ عَنْ أُمِّهِ أَنَّهَا قَالَتْ
دَخَلَتْ حَفْصَةُ بِنْتُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَلَى عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى حَفْصَةَ خِمَارٌ رَقِيقٌ فَشَقَّتْهُ
عَائِشَةُ وَكَسَتْهَا خِمَارًا كَثِيفًا
Artinya : Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari
Alqamah bin Abu Alqamah dari Ibunya ia berkata; "Hafsah binti Abdurrahman
menemui Aisyah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengenakan
kerudung yang tipis, 'Aisyah kemudian menyobek dan memakaikan untuknya kerudung yang lebih tebal." (H.R Malik bin Anas, Hadis
no. 1420)
حَدَّثَنِي زُهَيْرُ
بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ
أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ
بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ
رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ
وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Artinya : Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb;
Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari Bapaknya dari Abu
Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat. (1)
Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul
orang. (2) Wanita-wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang
(karena pakaiannya terlalu minim, terlalu tipis atau tembus pandang, terlalu
ketat, atau pakaian yang merangsang pria karena sebagian auratnya terbuka),
berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut
mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal
bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini." (H.R Imam Muslim,
Hadis no. 3971)
Ayat-ayat di atas membahas tentang aurat, tabarruj (berpenapilan
seronok), dan pakaian. Dan ketiganya berkaitan satu sama lain. Sedangkan
pembahasan pornoagrafi dan pornoasi tidak lepas dari pembahasan tentang aurat.
Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Sedangkan kemaluan adalah
aurat mughaladzoh (besar/berat) yang telah disepakati akan keharaman
membukanya di hadapan orang lain dan haram pula membukanya, kecuali dalam
kondisi darurat seperti berobat dan lain sebagainya. Bahkan kalau aurat
ditutup dengan pakaian tetpai tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga
terlarang menurut syara’.[14]
Mayoritas fuqoha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat. Sebagian
fuqoha berpendapat bahwa paha laki-laki bukan aurat dengan berdalihkan hadits
Anas bahwa Rasulullah saw pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan.
Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm. Adapun Al-Muhaqqiq Ibnul Qayyim
mengatakan dalam Tahdzib Sunan Abi Daud sebagai berikut: “jalan mengompromikan
hadits-hadits tersebut ialah dikemukakan oleh murid-murid Imam Ahmad dan
lain-lain bahwa aurat itu ada dua macam, yaitu mukhaffafah (ringan/kecil) dan
mugholadzoh (berat/besar). Aurat besar ialah qabul dan dubur, sedangkan aurat
muhaffafah ialah paha, dan tidak ada pertentangan antara perintah menundukkan
pandangan dari melihat paha karena paha itu juga aurat dan membukanya karena
paha itu aurat mukhaffafah.[15]
Berdasarkan nash-nash di atas, dapat disimpulkan bahwa
membuka aurat, berpakaian ketat atau tembus pandang, berpakaian tipis yang
dapat membangkitkan nafsu birahi untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak,
maupun untuk divisualisasikan dalam bentuk baik lukisan, foto, video, suara,
dan tulisan dimaknai sebagai pornografi/aksi karena mendekatkan seseorang pada
perzinaan, yang tegas dilarang Allah dalam Q.S Al-Isra’ayat 32 yang berbunyi :
وَلَا
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk
(Al-Isra’: 32).
Sehingga pornografi/aksi haram hukumnya, karena
didalam ayat tersebut menggunakan لاناهية yang menunjukkan larangan. Dalam kaidah ushuliyyah
dikatakan اَلْأَصْلُ فِى النَّهْيِ لِلـتَّحْرِيْم artinya
bahwa asal dalam larangan adalah menunjukkan keharaman. Alasannya apabila ada
kata-kata larangan yang tidak disertai qarinah (kata-kata yang menyertai
kata-kata larangan, yang menyebabkan larangan itu tidak menunjukkan haram),
akal dapat mengerti keharusan yang diminta larangan itu. Apa yang segera dapat
dimengerti menunjukkan pengertian yang sebenarnya.
5. Pandangan MUI tentang Pornografi dan Pornoaksi
Terkait dengan masalah pornografi/aksi, sejak tahun
2001 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa No. 287 yang berisi
penolakan terhadap pornografi/aksi. Dasar-dasar yang digunakan MUI dalam mengeluarkan
fatwa tersebut adalah:[16]
a. Q.S An-Nur : 30 yang mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana kaum
laki-laki.
b. Q.S An-Nur : 31 yang mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana kaum
perempuan.
c. Q.S Al-Ahzab : 59 yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar kaum
perempuan menulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya (tata busana) agar mudah
dikenal dan tidak diganggu.
d. Q.S Al-Maidah : 2 tentang perintah agar setiap orang saling tolong-menolong
dalam kebajikan dan takwa.
e. H.R. Ahmad Hadis No. 20787 dan H.R. Malik Hadis No. 1420 tentang larangan pakaian tembus pandang,
erotis, sensual, dan sejenisnya serta H.R Abu Daud tentang aurat perempuan.
f. HR. Bukhari Hadis No. 2784 tentang larangan berduaan antara laki-laki
dengan perempuan bukan mahram serta H.R Muslim tentang penghuni neraka
diantaranya kaum perempuan berlenggak-lenggok menggoda atau memikat.
g. Ka'idah ushul al-fiqh yang menyatakan bahwa semua hal yang dapat
menyebabkan terjadinya perbuatan haram adalah haram.
h. Ka'idah-qa’idah fiqh :
1) درء المفاسد أولى من جلب
المنافع (Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat).
2) الضَّرَرُيُزَالُ )Bahaya
harus dihilangkan(
3) Melihat pada (sesuatu) yang haram adalah haram.
اَلنَّظَرُ
أِلَى الْحَرَمِ حَرَامٌ
4)
Segala sesuatu yang
lahir (timbul) dari sesuatu yang haram adalah haram.
كُلُّ مَا بَتَوَلَّدُ مِنَ الْحَرَامِ
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka,
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa No. 287 tahun 2001 tentang
Pornografi/aksi dengan keputusan hukum sebagai berikut:[17]
a. Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara
erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan,
maupun ucapan, baik melalui media cetak
maupun elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
b. Membiarkan aurat terbuka dan atau berpakaian ketat atau tembus pandang dengan
maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak maupun divisualisasikan
adalah haram.
c. Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2 diatas adalah
haram.
d. Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual dihadapan orang, melakukan
pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan seksual, baik terhadap diri
sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual
adalah haram.
e. Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan
gambar orang, baik cetak atau visual, yang terbuka auratnya atau berpakaian
ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar
hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
f. Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis
lainnya yang mendekati dan atau
mendorong melakukan hubungan seksual di luar penikahan adalah haram.
g. Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi
laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan,dan telapak kaki bagi
perempuan, adalah haram, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar'i.
h. Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk
tubuh adalah haram.
i.
Melakukan suatu
perbuatan dan atau suatu ucapan dapat mendorong terjadinya hubungan seksual diluar penikahan atau
perbuatan sebagaimana dimaksud angka 6 adalah haram.
j.
Membantu dengan segala
bentuknya dan atau membiarkan tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang
diharamkan diatas adalah haram.
k. Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas perbuatan-perbuatan yang
diharamkan di atas adalah haram.
6. Tinjauan Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang
Pornografi dan Pornoaksi
Secara sedarhana pokok-pokok pengaturan dan pembatasan
yang termuat dalam UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi adalah sebagai
berikut :[18]
No
|
Bab/Pasal/Ayat
|
Isi
|
1
|
II/4/(1)
|
Larangan
memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan,
menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan,
atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat produk pornografi.
|
2
|
II/5
|
Larangan
meminjamkan atau mengunduh produk pornografi
|
3
|
II/6
|
Larangan
memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan
produk pornografi, kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan
perundang-undangan.
|
4
|
II/7
|
Larangan mendanai
atau memfasilitasi perbuatan pornografi.
|
5
|
II/8
|
Larangan
dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model
yang mengandung muatan pornografi.
|
6
|
II/9
|
Larangan
menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan
pornografi.
|
7
|
II/13/(1)
|
Pembuatan,
penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana
dimaksud produk pornografi wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.
|
II/14
|
Ketentuan
mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan
penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan
dan pelayanan kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
|
Keterangan :
Produk pornografi
adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak,
animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui
berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat
persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual;
masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan
ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.
F.
Dampak Pornografi dan Pornoaksi
Tidak dipungkiri bahwa dari sudut pandang ekonomi
pornografi/aksi memang membawa “keuntungan” bagi segelintir pihak yang dengan
sengaja memanfaatkannya sebagai lahan berbisnis. Namun hal itu sangat jauh
perbandingannya dengan dampak negatif yang dilahirkannya:[19]
a. Melanggar Nilai-nilai Agama
Berdasarkan Q.S An-Nur: 30-31, Islam menghubungkan
prilaku sosiomoral, ruang sakral dan ajaran tentang pakaian. Dua poin yang
dapat diambil dari ayat tersebut adalah:
1) Konsep menundukkan pandangan dan menjaga atau menutupi organ genital
merupakan sesuatu yang sentral.
2) Laki-laki disebut terlebih dahulu agar mematuhi perintah-perintah
mengendalikan tatapan mereka pada wanita dan menekan hasrat mereka pada saat
berinteraksi dengan wanita yang bukan muhrimnya. Selanjutnya dalam teks
tersebut juga memerintahkan hal yang sama pada wanita untuk menundukkan
pandangan mereka dan menyembunyikan genital mereka.
b. Melanggar Pancasila dan HAM
Pornografi/aksi bertentangan dengan sila ke dua
Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai “kemanusiaan yang adil dan beradab”,
karena dapat dilihat sebagai bentuk pelecehan seksual yang merendahkan martabat
bukan hanya wanita tetapi juga laki-laki, bertentangan dengan persamaan hak
antara wanita dan laki-laki, dan juga bertentangan dengan kebebasan positif
karena pornografi/aksi mengarah ke politisnya kaum wanita yang disamakan
seperti barang komoditi.
c. Mengganggu Psikologi (sensasi
dan presepsi negative) dan Perilaku
Perilaku manusia diawali dengan adanya pengindraan
atau sensasi, kemudian otak akan menerjemahkan stimulus dari proses pengindraan
tadi (presepsi). Kemudian presepsi yang ada pada seseorang akan mempengaruhi
bagaimana perilaku orang tersebut, termasuk pornografi/aksi. Selanjutnya jika
sudah mencapai pada tindakan seks pranikah pada akhirnya dapat menyebabkan depresi
dan kegoncangan jiwa, si pelaku akan selalu dihantui perasaan bersalah (guility
feeling). Selain itu juga mengakibatkan lemahnya fungsi pengendalian diri,
terutama terhadap naluri agresifitas fisik maupun seksual.
d. Memicu Lahirnya Tindakan Pelanggaran Lain
Selain pornografi/aksi itu sendiri merupakan sebuah
pelanggaran, dia juga akan memicu lahirnya tindak pelanggaran lain, seperti
perzinaan, perkosaan, penyimpangan seksual, aborsi dan sebagainya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pornografi adalah setiap gambar atau bacaan yang
dapat membangkitkan birahi dan menurut istilah fiqh dinamakan dengan As-Shirah
aw al-kitabah al-mutsirozaini li asy-syahwah (gambar atau tulisan yang
dapat membangkitkan syahwat). Sedangkan pornoaksi adalah segala tingkah laku erotis untuk
membangkitkan nafsu birahi atau perilaku dan ucapan yang bersifat cabul dan
menimbulkan syahwat. Dalam bahasa fiqh pornoaksi dikategorikan al-afal al mutsiroh li as-syahwah
aw al-iftitan (perbuatan-perbuatan yang dapat
mengundang syahwat yang menimbulkan fitnah)
Berdasarkan
uraan diatas, dapat disimpulkan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa,
ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun,
percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk
media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau
eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan
nash-nash di atas, dapat disimpulkan bahwa membuka aurat, berpakaian ketat atau
tembus pandang, berpakaian tipis yang dapat membangkitkan nafsu birahi untuk
diambil gambarnya, baik untuk dicetak, maupun untuk divisualisasikan dalam bentuk
baik lukisan, foto, video, suara, dan tulisan dimaknai sebagai pornografi/aksi
karena mendekatkan seseorang pada perzinaan, yang tegas dilarang Allah dalam
Q.S Al-Isra’ayat 32 yang berbunyi :
وَلَا
تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina;
sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk
(Al-Isra’: 32).
Sehingga
pornografi/aksi haram hukumnya, karena didalam ayat tersebut menggunakan لاناهية
yang menunjukkan larangan. Dalam kaidah ushuliyyah dikatakan اَلْأَصْلُ فِى النَّهْيِ لِلـتَّحْرِيْم artinya bahwa
asal dalam larangan adalah menunjukkan keharaman. Alasannya apabila ada
kata-kata larangan yang tidak disertai qarinah (kata-kata yang menyertai
kata-kata larangan, yang menyebabkan larangan itu tidak menunjukkan haram),
akal dapat mengerti keharusan yang diminta larangan itu. Apa yang segera dapat
dimengerti menunjukkan pengertian yang sebenarnya. Kemudian yang
demikian itu (pornografi/aksi) dalam pandangan Islam adalah haram hukumnya,
karena melanggar baik aturan agama, undang-undang dan norma kesusilaan.
B.
Saran
Selama
proses penulisan makalah ini, penulis melakukan perenungan dalam pembuatan
makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat mengajak seluruh pembaca untuk lebih
memahami tentang problematika hukum Islam terbaru khususnya tentang Pornografi
dan Pornoaksi ini. Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih
banyak kekurangan yang menyebabkan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang
diharapkan. Oleh karena itu, penulis mengharap sumbang kritik dan saran yang
membangun yang nantinya bermanfaat bagi penulis sendiri maupun seluruh pembaca.Wallauhua’lam
DAFTAR
PUSTAKA
Aibak, Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta : Teras.
Dahlan, Tamrin. 2010. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Malang : UIN Malang Press.
Istibjaroh. 2007. Menimbang Hukum Pornografi, Pornoaksi dan Aborsi
Dalam Prespektif Islam (PDF). IAIN Sunan Ampel Press.
Djubaedah, Neng. 2003. Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari
Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media.
Karim, Syafe’i. 2001. Fiqih-Ushul Fiqih. Bandung : CV PUSTAKA SETIA.
Qardhawi, Yusuf. 1996. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani.
Widodo, Ismu Gunadi. 2010. Aspek Yuridis Pornografi/aksi
Memahami Wewenang Diskresi Dalam Penyidikan Tindak Pidana. Surabaya:
Airlangga University Press.
Yanggo, Huzaemah Tahido. 2010. Fikih Perempuan Kontemporer. Bogor : Ghalia Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia Pusat,
Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, nomor 287 Tahun 2001
tentang Pornografi dan Pornoaksi, 22 Agustus 2001.
Undang-undang Nomor 44 tahun 2008
tentang Pornografi.
[1] Kutbuddin
Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: TERAS, 2004), hlm. 4-5.
[2] Ahmad
Idris, Buah Pikiran Untuk Umat (Telaah Fiqh Holistik). (Kediri: Lirboyo
Press, 2008), hlm. 3.
[3] Pasal 1
bab I Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
[4] Ahmad
Idris, Opcit., hal. 5.
[5] Neng
Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta:
Prenada Media, 2003), hlm. 85
[6] Ibid..,
hlm. 87.
[7] Ibid..,
hlm. 89.
[8]
Kutbuddin Aibak, Opcit.., hlm. 21
[11] Ibid..,
hlm. 45.
[12] Ibid..,
hlm. 47.
[13] Ibid.., hlm. 48.
[14] Yusuf
Qardhawi, Opcit.., hlm. 364.
[15] Ibid..,
hlm. 365.
[17] Ibid..,
hlm. 10-13
[18] Ibid..,
hlm. 367.
[19] Ibid..,
hlm. 144-147.
0 comments:
Post a Comment