YANG TERBAIK UNTUKMU PASTI UNTUKMU

Saturday, March 19, 2016

Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Perspektif Hukum Islam



Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Perspektif Hukum Islam

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Masail Fiqhiyyah
Dosen Pengampu:
Khoirun Nasik, S.HI., M.HI

Disusun Oleh :
Dery Ariswanto                      (130711100086)
Eko Nor Muhammad           (130711100031)
Ulfiatul Afifah                       (130711100035)
Siti Nurul Hidayah               (130711100098)

HUKUM BISNIS SYARI’AH
FAKULTAS ILMUKEISLAMAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2015

KATA PENGANTAR
     Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah puja dan puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberika taufik, rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami mampu menyelesaikan makalah kami yang membahas tentang  “Pornografi dan Pornoaksi ditinjau dari Perspektif Hukum Islam”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Masail Fiqhiyyah.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam tulisan makalah, kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah kami.
Yang terakhir, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca. Amiin.
  Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Bangkalan, 17 Oktober 2015

Penulis






DAFTAR ISI
Cover..........................................................................................................................
Kata Pengantar.......................................................................................................... i
Daftar isi.................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang................................................................................................ 1
B.Rumusan Masalah............................................................................................ 2
C.Tujuan Penulisan.............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pornografi dan Pornoaksi............................................................. 3
B.  Batasan dalam Pornografi dan Pornoaksi....................................................... 4
1.    Batasan Agama dan Seni........................................................................... 4
2.    Batasan tempat dan waktu........................................................................ 5
3.    Batasan Budaya......................................................................................... 5
C.  Bentuk Pornografi dan Pornoaksi.................................................................. 6
D.  Penyebab Pornografi dan Pornoaksi............................................................... 7
E.   Pandangan Islam terhadap Pornografi dan Pornoaksi.................................... 7
1.    Konsep Aurat dalam Islam........................................................................ 8
2.    Konsep kepemilikan tubuh dan Harta..................................................... 14
3.    Pornografi dan Pornoaksi dalam tujuan Hukum Islam............................ 15
4.    Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Islam....................................... 16
5.    Pandangan MUI terhadap Pornografi dan Pornoaksi.............................. 19
6.    Tinjauan UU. Pornografi......................................................................... 22
F.   Dampak Pornografi dan Pornoaksi............................................................... 23
BAB III PENUTUP
A.Simpulan........................................................................................................ 26
B.Saran.............................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Perkembangan dan kebebasan media merupakan tolok ukur kemajuan informasi. Bangsa atau negara dikatakan maju jika mampu mengembangkan teknologinya informasinya, termasuk Indonesia. Saat ini, prestasi kemajuan keberhasilan hanya dilihat secara sekilas saja yang bersifat value netral tanpa terikat dengan nilai-nilai yang ada. Orang dalam individu atau komunalnya bebas memproduksi dan atau menggunakan teknologi informasi. Termasuk diantaranya adalah VCD/DVD, HP, internet, majalah elektronik dan sebagainya. Namun, apakah kemajuan tetap bisa dikatakan sebagai kemajuan jika semua itu mengandung hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai yang ada, seperti penganiayaan, pornografi, eksploitasi manusia dan kekerasan. Seringkali dijumpai pada era globalisasi ini adalah hal-hal yang berbau seksualitas, merangsang birahi dan bersifat menggoda setiap individu yang menjumpainya. Itulah pornografi/aksi, sebuah tirani yang berlindung dibalik legitimasi kemajuan dan seni.
Islam dalam hal ini menuntun, membimbing mengarahkan dan menentukan manusia dalam memperlakukan dan memanfaatkan tubuh, agar terjaga kehormatan, derajat, dan martabat diri, baik dalam keluarga, masyarakat dan bangsa, untuk mencapai kebahagiaan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Kiranya siapapun akan terhenyak lantas bergairah ketika mendengar kata pornografi atapun pornoaksi. Karena begitu kompleksnya, masalah yang menggugah image dan libido makhluk Adam yang tak kenal usia dan strata sosial ini, masalah pornografi dan pornoaksi semakin memprihatinkan dan dampak negatifnya pun semakin nyata, diantaranya sering terjadi perzinaan, perkosaan dan bahkan pembunuhan maupun aborsi.
Apabila kehidupan masyarakat dihadapkan secara terus menerus dengan suguhan yang tidak mengindahkan batas-batas nilai kesopanan dan kesusilaan, maka bisa jadi pornografi dan pornoaksi tidak lagi dianggap sebagai sesuatu yang asusila, akan tetapi menjadi sesuatu yang biasa dalam masyarakat, sehingga perilaku masyarakat pun akan berubah. Maka dari itu, pada maklah ini akan dikupas mengenai pornografi dan pornoaksi ditinjau dari perspektif Islam.

B.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan di atas, maka dapat diketahui beberapa rumusan masalahnya. Adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1.    Apakah yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi?
2.    Bagaimanakah batasan atau kriteria pornografi dan pornoaksi?
3.    Bagaimanakah bentuk-bentuk pornografi dan pornoaksi?
4.    Apakah penyebab pornografi dan pornoaksi?
5.    Bagaimankah Pandangan Islam terhadap pornografi dan pornoaksi?
6.    Bagaimanakah dampak dari pornografi dan pornoaksi?

C.  Tujuan Penulisan
Berdasarkan uraian rumusan permasalahan di atas, maka dapat diketahui beberapa tujuan dalam penulisan makalah ini. Adapun tujuan penulisannya yaitu sebagai berikut:
1.    Mengetahui apa yang dimaksud dengan pornografi dan pornoaksi.
2.    Untuk mengetahui bagaimanakah batasan atau kriteria pornografi dan pornoaksi.
3.    Untuk mengetahui bagaimanakah bentuk-bentuk pornografi dan pornoaksi.
4.    Untuk mengetahui apakah penyebab pornografi dan pornoaksi.
5.    Untuk mengetahui bagaimankah pandangan Islam terhadap pornografi dan pornoaksi.
6.    Untuk mengetahui bagaimanakah dampak dari pornografi dan pornoaksi.






BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertian Pornografi dan Pornoaksi
Secara etimologis kata pornografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu porne (pelacur), dan graphein (ungkapan) atau graphos (gambar atau tulisan). Dan pada perkembangan selanjutnya kata porne itu melahirkan kata porno yang berarti cabul, sehingga secara etimologi pornografi berarti ungkapan atau gambar atau tulisan cabul. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pornografi diartikan sebagai: (1) penggambaran tingkah laku secara erotis dengan lukisan atau untuk membangkitkan nafsu birahi, mempunyai kecenderungan merendahkan kaum wanita; (2) bahan yang dirancang dengan sengaja dan semata-mata untuk membangkitkan nafsu seks.
Menurut Esther D. Reed sebagaimana yang dikutip oleh Supartiningsih berpendapat bahwa pornografi secara material menyatukan seks atau eksposur yang berhubungan dengan kelamin sehingga dapat menurunkan martabat atau harga diri. Sedangkan menurut Rowen Ogien pornografi dapat didefinisikan sebagai representasi eksplisit (gambar, tulisan, lukisan dan foto) dari aktivitas seksual atau hal yang tidak senonoh, mesum atau cabul yang dimaksudkan untuk dikomunikasi ke publik.[1]
Menurut istilah, pornografi adalah setiap gambar atau bacaan yang dapat membangkitkan birahi dan menurut istilah fiqh dinamakan dengan As-Shirah aw al-kitabah al-mutsirozaini li asy-syahwah (gambar atau tulisan yang dapat membangkitkan syahwat).[2] Sementara itu di sisi lain, “Pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat”.[3]
Kemudian mengenai pengertian pornoaksi, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan pengertian pornografi, hanya saja pada pengertian pornoaksi lebih ditekankan pada penggambaran aksi gerakan lenggokan dan liukan tubuh yang disengaja atau tidak sengaja untuk memancing bangkitnya nafsu seksual. Pornoaksi adalah segala tingkah laku erotis untuk membangkitkan nafsu birahi atau perilaku dan ucapan yang bersifat cabul dan menimbulkan syahwat. Dalam bahasa fiqh pornoaksi dikategorikan al-afal al mutsiroh li as-syahwah aw al-iftitan (perbuatan-perbuatan yang dapat mengundang syahwat yang menimbulkan fitnah).[4] Kesimpulannya bahwa pornoaksi adalah yang dilakukan secara langsung, sementara pornografi adalah yang ditampilkan melalui perantara media.

B.  Batasan Pornografi dan Pornoaksi
Berdasarkan kedudukannya dalam pandangan umum, pornografi dan pornoaksi dapat kita tinjau dari dua sudut yaitu sudut social kultural dan sudut etika. Jika keduanya dibawa dalam konteks Indoesia maka akan melahirkan rumusan batasan tentang pornografi dan pornoaksi sebagai berikut:[5]
1.    Batasan Agama dan Seni
Di tengah keberagaman yang ada, agama bertugas menyoroti pada aspek moral etika pemeluknya. Kreteria baik yang lebih menekankan pada masalah etis sangat diperlukan walaupun tekanannya bisa berbeda. Dalam ilmu penghetahuan, yang benar mengenai arti seni adalah pada arti yang indah estetika, dan dalam bidang etis tekannanya pada yang baik. Penilaian yang bijaksana mengenai masalah seksualitas, kreteria benar dan indah harus diikutsertakan sebagai landasan dasar untuk menggapai suatu penilaian yang bijaksana. Pengalaman manusia dan kebenaran agama, ilmu pengetahuan dapat sangat membantu  manusia dalam membuat penilaian etis yang proporsional serta bertanggung jawab tanpa harus terjebak dalam keputusan yang salah, seperti membuat larangan-larangan moral yang irrasional atau sebaliknya justru lepas kontrol moral etika.
2.    Batasan Tempat dan Waktu
Pembagian penduduk Indonesia berdasarkan seting tempat tinggalnya terbagi menjadi penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan. Terjadi perbedaan yang mencolok dari keduanya berdasarkan segi kehidupan social, adalah penduduk perkotaan mengalami kemajuan yang sangat menonjol. Sementara penduduk pedesaan identik dengan keteguhannya pada nilai-nilai tradisionalitasnya.
3.    Batasan Budaya
Pembagian penduduk Indonesia berdasarkan adat dan budayanya, tersebar dari Aceh sampai Papua, masing-masing memegang teguh tradisi, adat istiadat, dan kultur yang ada, terutama yang diwarisi dari para leluhurnya. Seperti masyarakat adat Papua dengan kotekanya dan Jawa dengan “kembennya”.
Selanjutnya dalam menentukan kriteria pornografi/aksi didapati keterkaitan antara sistem budaya, sistem sosial, sistem kepribadian, dan sistem organis. Dengan demikian perubahan pada nilai atau sistem budaya akan berakibat pada perubahan sistem sosial. Perubahan pada tingkat ini akan berakibat tingkatnya sistem kepribadian dan organisme aksi masyarakat. Melihat pergeseran tersebut terjadi perbedaan yang sangat signifikan antara masyarakat Barat dan masyarkat Timur dalam memandang kriteria pornografi dan pornoaksi.
a.    Isolasi Seks
Seksualitas diciutkan kepada sekedar alat kelamin genital untuk merangsang nafsu birahi terlepas dari nilai personal seperti cinta kasih dan kemesraan. Daya-daya seksual yang menyeluruh tidak diceritakan sebagai sarana ungkapan cinta dalam perkawinan dan cara untuk melanjutkan keturunan dalam keluarga. Seks dilepaskan dari aspek yang lain seperti aspek psikologis, sosial dan moral.
b.    Perangsangan Nafsu Birahi
Menonjolkan kelamin genital untuk merangsang nafsu birahi yang brutal, seolah-olah pria dan wanita adalah obyek yang harus dinikmati. Orang lain adalah alat untuk melampiaskan nafsu birahi yang irasional. Tidak dilihat bahwa dorongan seksual dapat dibudidayakan dan disumblimasi (ditingkatkan derajatnya). Bahwa manusia juga memiliki akal budi, kehendak dan cita-cita yang luhur.
c.    Tiadanya Hormat terhadap Lingkungan Intim
Hal-hal yang berhubungan dengan seksual dalam keseluruhan hidup disajikan secara terbuka. Itu berarti perendahan atau pelecehan nilai suci perkawinan dan keluarga. Sekaligus tidak menghargai privasi di bidang seksualitas manusiawi.
d.   Membangkitkan Dunia Khayalan
Mempertontonkan gambar telanjang dengan tujuan tidak menjelaskan secara benar fungsi alat kelamin, tetapi lebih untuk membuat mereka berkhayal ke dunia fantasi seks.

C.  Bentuk Pornografi dan Pornoaksi
Dalam kenyataannya, pornografi/aksi muncul dalam berbagai bentuk dan medium, baik melalui media cetak, elektronik maupun secara langsung. Berikut adalah bentuk-bentuk pornografi/aksi yang sering kita temui dimasyarakat:[6]
a.    Pornografi dalam Bentuk Media Cetak
Tabloid, majalah, koran dan buku yang masuk dalam kategori ini adalah mereka yang memuat gambar atau kata-kata yang mengeksplisitasi seks, syahwat atau penyimpangan seksual serta gambar-gambar telanjang atau setengah telanjang sehingga perhatian pembaca terarah pada bagian-bagian tertentu yang bisa membangkitkan rangsangan seksual.
b.    Pornografi dalam Bentuk Media Elektronik
Musik dan film yang terdapat dalam TV, VCD/DVD, HP maupun internet yang isinya mengesankan pria atau wanita telanjang, ciuman, adegan, gerakan, suara persenggamaan atau kesan persenggamaan; perilaku seksual yang tampil secara fisikal, kesan-kesan seksual yang ditampilakan secara tidak langsung, missal lewat asosiasi, ilusi, sindiran atau kata-kata simbol.
c.    Pornoaksi dalam Bentuk Langsung
Tarian seronok dan striptease show, yaitu gerakan atau tindakan yang dengan sengaja memperlihatkan keindahan tubuhnya untuk sekedar menggoda nafsu dan atau membangkitkan nafsu birahi.

D.  Penyebab Pornografi dan Pornoaksi
Diantara penyebab terjadinya perilaku pornografi antara lain:[7]
1.   Faktor politik dibidang keagamaan yang terlihat dalam politik pendidikan agama disekolah-sekolahdasar sampai perguruan tinggi. Jumlah jam pelajaran atau jam kuliah masih sangat tidak memadai dibanding jam tayangan televisi yang mendominasi waktu belajar.
2.   Pengaruh budaya asing yang masuk dalam negeri melalui jaringan media komunikasi, baik cetak maupun elektronik.
3.   Kurangnya pengawasan dari orangtua.
4.   Frustasi ekonomi, yang ditandai dengan remutusa hubungan kerja (PHK) dan banyaknya pengangguran. Dengan kondisi yang sulit itulah menyebabkan orang mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan, meskipun harus merugikan atau merusak moral orang banyak.
5.   Kurangnya pengetahuan dan bahaya dari pornografi dan pornoaksi.

E.  Pandangan Islam terhadap Pornografi dan Pornoaksi
Dalam perspektif Islam, pembicaraan tentang pornografi  tidak dapat dipisahkan dengan pembicaraan tentang aurat, tabarruj (berpenampilan seronok), dan pakaian. Unsur yang terpenting dalam konsep pornografi adalah melanggar kesusilaan dan membangkitkan nafsu seks. Sedangkan dalam terminologi Islam persoalan tersebut erat kaitannya dengan persoalan aurat dan pakaian. Karena yang disebut aurat dalam Islam adalah bagian tubuh manusia yang tidak boleh diperlihatkan atau harus ditutup karena dapat menimbulkan rasa malu. (QS. An-Nur: 58), dan membangkitkan nafsu seks orang yang melihatnya (QS. Al-Ahzab: 59). Sementara itu pakaian merupakan alay yang digunakan untuk menutup aurat yang dimaksud. Sedangkan tabarruj menggambarkan seseorang dalam berpakaian yang cenderung seronok atau mencirikan penampilan yang tidak terhormat. Penampilan yang dimaksud merupakan gabungan dari pemahaman seseorang tentang batasan aurat dan cara berpakaian.[8]
1.    Konsep Aurat dalam Islam
Aurat adalah anggota badan yang harus ditutup. Ketika dikatakan “aurat perempuan atau wanita” maka maksudnya adalah anggota tubuh wanita yang harus ditutup saat berada di depan laki-laki atau sesama perempuan. Laki-laki juga memiliki anggota tubuh yang harus disembunyikan dari pandangan wanita mahram, non-mahram atau dari sesama pria.[9] Barang siapa yang melihat aurat lawan jenis maka ia berbuat dosa yang diharamkan agama. Allah SWT. berfirman:
قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُون
Artinya: Katakanlah (wahai Muhammad) kepada orang-orang lelaki yang beriman supaya mereka menyekat pandangan mereka (daripada memandang yang haram), dan memelihara kehormatan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka; sesungguhnya Allah Amat Mendalam PengetahuanNya tentang apa yang mereka kerjakan. (Q.S. An-Nur/24:30)
Di samping itu, dalam QS. An-Nur: 31, yang berbunyi:
  وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.(QS. An-Nur: 31)
Sementara itu dalam hadist-hadist:
a.    Sesungguhnya Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat... (H.R. Al-Bukhari: 5774)
b.    Tujuh orang pada hari kiamat kelak Allah tidak mau memandangnya dan mengampuni dosanya, yaitu ... orang yang menikahi tangannya (masturbasi)... (H.R. Al-Baihaqi: 5232)
c.    Seseorang ditusuk kepalanya dengan jarum besi lebih baik daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya. (H.R. At-Tabrani: 16881)

Sementara itu, dalam Surah An-Nur Ayat 2 yaitu:
الزَّانِيَةُ وَالزَّانِي فَاجْلِدُوا كُلَّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا مِئَةَ جَلْدَةٍ وَلَا تَأْخُذْكُم بِهِمَا رَأْفَةٌ فِي دِينِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَلْيَشْهَدْ عَذَابَهُمَا طَائِفَةٌ مِّنَ الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali. Dan janganlah rasa belas kasihan kepada mereka keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nur/24: 2)
a.    Aurat Perempuan
Aurat perempuan atau anggota tubuh yang harus ditutupi itu berbeda sesuai dengan situasi atau kondisi dengan siapa dia berkumpul atau bertemu. Apakah dengan sesama wanita, dengan laki-laki bukan mahram, dengan pria yang mahram atau saat shalat. Penjelasan ini berdasarkan pandangan ulama fiqih madzhab empat yaitu Syafi'i, Hanafi, Maliki dan Hanbali.[10]
1)   Aurat Perempuan dengan Sesama Wanita Muslimah
Jumhur Ulama berpendapat bahwa aurat wanita di depan perempuan lain sama dengan auratnya laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Dalam kitab al-Mausu'ah al-Fiqhiyah dikatakan:
ذهب الفقهاء إلى أن عورة المرأة بالنسبة للمرأة هي كعورة الرجل إلى الرجل، أي ما بين السرة والركبة، ولذا يجوز لها النظر إلى جميع بدنها عدا ما بين هذين العضوين ، وذلك لوجود المجانسة وانعدام الشهوة غالبا ، ولكن يحرم ذلك مع الشهوة وخوف الفتنة.
“Para ahli fiqih berpendapat bahwa aurat wanita dengan sesama perempuan itu sama dengan aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Oleh karena itu wanita boleh memandang seluruh tubuh wanita lain kecuali antara pusar dan lutut. Hal itu disebabkan karena sesama jenis dan umumnya tidak ada syahwat. Akan tetapi haram hukumnya apabila melihat disertai syahwat dan takut terjadi fitnah.”
Namun menurut suatu pendapat dalam madzhab Maliki dan Hanbali, aurat wanita dengan wanita lain adalah kedua kemaluan depan dan belakang saja. Menurut Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf mengtakan bahwa ini adalah salah satu pendapat dalam madzhab Hanbali.
2)   Aurat Anak Perempaun (Belum Baligh)
Anak kecil perempuan usia di bawah 4 (empat) tahun maka tidak ada aurat baginya menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali. Sedangkan, anak kecil perempuan usia di atas 4 (empat) tahun dan belum mengundang syahwat maka auratnya adalah depan dan belakang (farji dan dubur) menurut madzhab Hanafi. Apabila mengundang syahwat, maka auratnya sama dengan perempuan dewasa walaupun usianya di bawah 10 tahun menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan Maliki.
Anak perempuan usia 7 (tujuh) tahun ke atas, auratnya di depan laki-laki bukan mahram adalah seluruh tubuh menurut madzhab Hanbali kecuali wajah, leher, kepala, tangan sampai siku dan kaki. Sedangkan, anak perempuan usia 10 tahun auratnya sama dengan wanita usia dewasa yakni seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan menurut madzhab Syafi'i, Hanafi dan Hanbali.
3)   Aurat Perempaun dengan Laki-laki Bukan Mahram
     Madzhab Syafi'i: Di depan laki-laki yang bukan mahram seluruh tubuh wanita adalah aurat (harus ditutup) kecuali wajah, telapak tangan dan telapak kaki. Dalam kiab al-Umm juz I halaman 89, Imam asy-Syafi'i berkata:
وكل المرأة عورة، إلا كفيها ووجهها. وظهر قدميها عورة
Artinya: “Seluruh tubuh wanita itu aurat kecuali kedua telapak tangan dan wajah. Sedang bagian atas kaki adalah aurat (telapak kaki bukan aurat).”
     Madzhab Maliki: Madzhab Maliki sama dengan Madzhab Syafi'i bahwa aurat wanita itu adalah seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Imam ‘Iyadh Rh. Berkata:
ولا خلاف أن فرض ستر الوجه مما اختص به أزواج النبي صلى الله عليه وسلم
Artinya: “Tidak ada perbedaan ulama mengenai wajibnya menutupi wajah wanita, itu (wajibnya menutupi wajah) termasuk salah satu kekhususan bagi para istri Nabi Saw.”
     Madzhab Hanafi: Seluruh ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa wajah dan kedua tangan perempuan boleh terbuka/bukan aurat. Dan laki-laki boleh memandang wajah perempuan asal tidak syahwat. Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarh Ma'ani al-Atsar juz II halaman 392 menyatakan:
أبيح للناس أن ينظروا إلى ما ليس بمحرَّم عليهم من النساء إلى وجوههن وأكفهن، وحرم ذلك عليهم من أزواج النبي. وهو قول أبي حنيفة وأبي يوسف ومحمد رحمهم الله تعالى
Artinya: Diperbolehkan bagi seseorang untuk memandang sesuatu dari perempuan yang tidak diharamkan atasnya, yakni wajah dan telapak tangan mereka. Diharamkan yang demikian itu (memandangnya) adalah bagi para istri Nabi Saw. Yang demikian itu adalah pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf dan Muhammad Saw.
     Madzhab Hanbali: Madzhab Hanbali termasuk yang paling ketat dalam masalah aurat wanita. Imam Ahmad bin Hanbal pendiri madzhab ini berpendapat dalam salah satu riwayat bahwa seluruh tubuh wanita adalah aurat termasuk kukunya, baik saat shalat maupun di luar shalat. Namun dalam riwayat yang lain Imam Ahmad bin Hanbal menyatakan bahwa wajah dan telapak tangan wanita bukan mahram. Imam al-Mardawi dalam kitab al-Inshaf juz I halaman 452 berkata:
الصحيح من المذهب أن الوجه ليس من العورة
Artinya: Bahwa yang benar dari Madzhab Hanbali adalah berpendapat wajah bukanlah aurat.
4)   Aurat Perempaun dengan Laki-laki Mahram
     Madzhab Syafi'i: Aurat wanita saat bersama dengan laki-laki mahram adalah antara pusar sampai lutut. Itu berarti sama dengan aurat wanita dengan sesama wanita. Berdasarkan keterangan Imam Khatib asy-Syarbini dalam kitab Mughni al-Muhtaj juz I halaman 185 dan juz III halaman 131.
     Madzhab Maliki: Ulama Madzhab Maliki berpendapat bahwa aurat perempuan di depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala dan leher. Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.
     Madzhab Hanbali: Ulama Madzhab Hanbali berpendapat bahwa aurat perempuan di depan laki-laki mahram adalah selain wajah dan sekitar wajah yakni kepala, leher, tangan dan saq (antara lutut sampai telapak kaki). Sebagaiman keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam kitab al-Mughni juz VI halaman 554, Kasyaf al-Qina' juz V halaman 11 dan ad-Dasuqi juz III halaman 214.
     Madzhab Hanafi: Aurat wanita di depan laki-laki mahram adalah sama dengan pendapat Madzhab Maliki dan Hanbali yaitu selain wajah, kepala dan leher ditambah dada. Dalam Madzhab Hanafi laki-laki boleh memandang dada wanita mahram apabila tidak syahwat. Berdasarkan keterangan dalam kitab Hasyiyah Ibnu ‘Abidin juz I halaman 271.
5)   Aurat Perempaun ketika Shalat
Menutupi aurat ketika shalat adalah wajib dilakukan sejak awal sampai akhir shalat. Apabila aurat terbuka di tengah shalat tanpa sengaja, maka shalatnya tidak batal asalkan sedikit dan segera ditutup. Apabila tebrukanya secara sengaja maka shalatnya batal dan wajib mengulangi. Batas aurat wanita saat shalat menurut madzhab yang 4 (empat) adalah:
·      Madzhab Syafi'i: Ketika shalat seluruh tubuh wanita adalah aurat kecuali wajah dan telapak tangan luar dan dalam.
·      Madzhab Hanafi: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali; telapak tangan bagian dalam (bagian luar telapak tangan termasuk aurat) dan bagian luar telapak kaki (telapak kaki bagian dalam adalah aurat).
·      Madzhab Hanbali: Ketika shalat aurat perempuan adalah seluruh tubuh kecuali wajah.
·      Madzhab Maliki: Dalam Madzhab Maliki membagi aurat wanita ketika shalat menjadi 2 (dua) yaitu mughalladzah (berat) dan mukhaffafah (ringan) dan masing-masing memiliki hukum tersendiri. Aurat mughalladzah adalah seluruh anggota tubuh selain seputar kepala, dada dan punggung atau antara pusar sampai lutut. Aurat mukhaffafah (ringan) adalah seluruh tubuh selain dada, punggung, leher, lengan (antara siku sampai pergelangan tangan) dan dari lutut sampai akhir telapak kaki atau selain pusar sampai lutut kaki. Terbukanya aurat mughalladzah ketika shalat dapat membatalkan shalat. Sedang terbukanya aurat mukhaffafah tidak membatalkan shalat. Akan tetapi disunnahkan mengulangi shalat apabila waktu mencukupi.
b.    Aurat Laki-Laki
1)   Aurat Laki-laki dengan Sesama Laki-laki
Aurat atau anggota tubuh yang wajib ditutupi bagi laki-laki dengan sesama laki-laki adalah antara pusar dan lutut. Oleh karena itu, laki-laki tidak boleh membuka bagian tubuh yang termasuk aurat walaupun aman dari syahwat. Hal ini berdasarkan pada hadits riwayat Imam Hakim:
عورة الرجل ما بين سرته إلى ركبته
Nabi Saw. Bersabda: “Auratnya laki-laki adalah antara pusar dan lutut.”
Menurut pendapat Ibnu Hazm, paha laki-laki bukanlah termasuk aurat. Pendapat ini menurut Jumhur Ulama dianggap lemah karena ada hadits yang menyatakan: الفخذ عورة (Paha itu aurat).
2)   Aurat Laki-laki di Depan Perempuan
Aurat laki-laki di depan perempuan adalah anggota tubuh yang berada di antara pusar dan lutut. Baik saat bersama dengan perempuan mahram atau wanita yang bukan mahram.
2.    Konsep Kepemilikan Tubuh dan Harta

فَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا وَاشْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
Artinya: Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu. (Q.S An-Nahl : 114)
Dalam konsepsi Islam sudah jelas bahwasannya untuk memperoleh rizki harus melalui jalan yang halal sekaligus harus baik, karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban. Sementara itu menurut ajaran Islam, tubuh manusia merupakan amanah Allah, yang wajib dipelihara dan dijaga dari segala perbuatan dosa dan perbuatan yang merugikan diri pemilik tubuh itu sendiri serta lingkungannya, hal itu demi keselamatan dan kemaslahatan hidup dan kehidupan semua pihak, baik ketika masih hidup di dunia maupun diakhirat kelak.
Hubungan antara pornografi/aksi dengan kepemilikan tubuh terletak pada apa dan bagaimana perolehan sejumlah harta yang digunakan untuk memenuhi atau merawat tubuh tersebut. Oleh karena itu, cara perolehan harta melalui pemanfaatan tubuh untuk pornografi/aksi dari sudut pandang apapun adalah cara yang tidak baik, karena melanggar norma-norma yang ada apalagi norma agama, dan jauh dari nilai-nilai kehalalan (dijelaskan pada bagian selanjutnya).[11]
3.    Pornografi dan Pornoaksi dalam Tujuan Hukum Islam
Menurut Imam Ghazali dan para penerusnya, tujuan hukum Islam adalah tercapainya kemaslahatan dalam peringkat daruriyyah (primer), hajiyyat (sekunder) dan tahsiniyyat (tersier), yang dirinci dalam al-maqasid asy-syar’iyyah, yaitu:[12]
a. Al-Muhafayah ala al-ddin (menjaga agama)
b. Al-Muhafazah ala an-nafs (memelihara jiwa)
c. Al-Muhafazah ala al-aql (memelihara akal)
d. Al-Muhafazah ala an-nasb (memelihara keturunan)
e. Al-Muhafazah ala al-mal (memelihara harta), dan menurut Muhammad Muslehuddin ditambah dengan memelihara kehormatan
Tubuh manusia yang didalamnya terdapat ruh, jiwa, akal dan qalbu, menurut ajaran Islam, merupakan amanah Allah yang berkaitan dengan seluruh tujuan hukum Islam seperti tersebut diatas. Tujuan hukum Islam yang terkandung dalam larangan perzinaan (termasuk pornografi/aksi) adalah termasuk kemaslahatan dalam peringkat daruriyyah, karena disana terkandung  kemaslahatan-kemaslahatan yang kepadanya bersandar kehidupan manusia dan eksistensi masyarakat. Jika kemaslahatan itu tidak ada maka akan terjadi kerusakan di dunia dan akhirat.
Pemeliharaan diri dari hal-hal yang bersifat pornografi/aksi berarti merupakan pemeliharaan tubuh, yang meliputi pemeliharaan jiwa, akal dan rohani yang menyatu terwujud dalam tubuh setiap manusia yang sekaligus berarti memelihara agama, keturunan dan harta, serta kehormatan diri.
4.    Hukum Pornografi dan Pornoaksi dalam Islam
Dari beberapa pemaparan diatas, maka menurut hukum Islam, perbuatan pornografi/aksi dinilai sebagai sesuatu yang melanggar karena menampakkan aurat yang wajib ditutup, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S An-Nur ayat 31 yang berbunyi:
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Artinya: Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.
Sementara itu dalam hadis-hadis Nabi juga banyak disebutkan tentang larangan berpakaian transparan dan tembus pandang, erotis, sensual serta berperilaku yang dapat menimbulkan rangsangan seks:[13]
حَدَّثَنَا أَبُو عَامِرٍ حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ يَعْنِي ابْنَ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنِ ابْنِ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ أَنَّ أَبَاهُ أُسَامَةَ قَالَ كَسَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُبْطِيَّةً كَثِيفَةً كَانَتْ مِمَّا أَهْدَاهَا دِحْيَةُ الْكَلْبِيُّ فَكَسَوْتُهَا امْرَأَتِي فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا لَكَ لَمْ تَلْبَسْ الْقُبْطِيَّةَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَسَوْتُهَا امْرَأَتِي فَقَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْهَا فَلْتَجْعَلْ تَحْتَهَا غِلَالَةً إِنِّي أَخَافُ أَنْ تَصِفَ حَجْمَ عِظَامِهَا

Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu 'Amir Telah menceritakan kepada kami Zuhair ibn Muhammad dari 'Abdullah bin Muhammad bin 'Uqail dari Ibnu Usamah bin Zaid bahwa ayahnya berata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa salam mengenakan baju dari Qibti yang tebal padaku yang pernah dihadiahkan kepada Dihyah Al-Kalbi, kemudian saya mengenakannya pada istriku kemudian Rasulullah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadaku: "Kenapa kau tidak memakai baju dari Qibti?" saya menjawab: Wahai Rasulullah! saya mengenakannya pada istri saya. Kemudian Rasulullah Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Suruhlah dia untuk mengenakan kain tipis dibawahnya karena saya khawatir (baju itu) memperlihatkan setengah bentuk tulangnya (bentuk tubuhnya)." (H.R Ahmad dalam Musnadnya, Hadis no. 20787)

و حَدَّثَنِي عَنْ مَالِك عَنْ عَلْقَمَةَ بْنِ أَبِي عَلْقَمَةَ عَنْ أُمِّهِ أَنَّهَا قَالَتْ دَخَلَتْ حَفْصَةُ بِنْتُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَلَى عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى حَفْصَةَ خِمَارٌ رَقِيقٌ فَشَقَّتْهُ عَائِشَةُ وَكَسَتْهَا خِمَارًا كَثِيفًا
Artinya : Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari Alqamah bin Abu Alqamah dari Ibunya ia berkata; "Hafsah binti Abdurrahman menemui Aisyah, isteri Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan mengenakan kerudung yang tipis, 'Aisyah kemudian menyobek dan memakaikan untuknya kerudung yang lebih tebal." (H.R Malik bin Anas, Hadis no. 1420)

حَدَّثَنِي زُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ حَدَّثَنَا جَرِيرٌ عَنْ سُهَيْلٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلَاتٌ مَائِلَاتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لَا يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلَا يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا
Artinya : Telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb; Telah menceritakan kepada kami Jarir dari Suhail dari Bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ada dua golongan penduduk neraka yang keduanya belum pernah aku lihat. (1) Kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi, yang dipergunakannya untuk memukul orang. (2) Wanita-wanita berpakaian, tetapi sama juga dengan bertelanjang (karena pakaiannya terlalu minim, terlalu tipis atau tembus pandang, terlalu ketat, atau pakaian yang merangsang pria karena sebagian auratnya terbuka), berjalan dengan berlenggok-lenggok, mudah dirayu atau suka merayu, rambut mereka (disasak) bagaikan punuk unta. Wanita-wanita tersebut tidak dapat masuk surga, bahkan tidak dapat mencium bau surga. Padahal bau surga itu dapat tercium dari begini dan begini." (H.R Imam Muslim, Hadis no. 3971)

Ayat-ayat di atas membahas tentang aurat, tabarruj (berpenapilan seronok), dan pakaian. Dan ketiganya berkaitan satu sama lain. Sedangkan pembahasan pornoagrafi dan pornoasi tidak lepas dari pembahasan tentang aurat. Aurat laki-laki yaitu antara pusar sampai lutut. Sedangkan kemaluan adalah aurat mughaladzoh (besar/berat) yang telah disepakati akan keharaman membukanya di hadapan orang lain dan haram pula membukanya, kecuali dalam kondisi darurat seperti berobat dan lain sebagainya. Bahkan  kalau aurat ditutup dengan pakaian tetpai tipis atau menampakkan bentuknya, maka ia juga terlarang menurut syara’.[14]
Mayoritas fuqoha berpendapat bahwa paha laki-laki termasuk aurat. Sebagian fuqoha berpendapat bahwa paha laki-laki bukan aurat dengan berdalihkan hadits Anas bahwa Rasulullah saw pernah membuka pahanya dalam beberapa kesempatan. Pendapat ini didukung oleh Muhammad Ibnu Hazm. Adapun Al-Muhaqqiq Ibnul Qayyim mengatakan dalam Tahdzib Sunan Abi Daud sebagai berikut: “jalan mengompromikan hadits-hadits tersebut ialah dikemukakan oleh murid-murid Imam Ahmad dan lain-lain bahwa aurat itu ada dua macam, yaitu mukhaffafah (ringan/kecil) dan mugholadzoh (berat/besar). Aurat besar ialah qabul dan dubur, sedangkan aurat muhaffafah ialah paha, dan tidak ada pertentangan antara perintah menundukkan pandangan dari melihat paha karena paha itu juga aurat dan membukanya karena paha itu aurat mukhaffafah.[15]
Berdasarkan nash-nash di atas, dapat disimpulkan bahwa membuka aurat, berpakaian ketat atau tembus pandang, berpakaian tipis yang dapat membangkitkan nafsu birahi untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak, maupun untuk divisualisasikan dalam bentuk baik lukisan, foto, video, suara, dan tulisan dimaknai sebagai pornografi/aksi karena mendekatkan seseorang pada perzinaan, yang tegas dilarang Allah dalam Q.S Al-Isra’ayat 32 yang berbunyi :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al-Isra’: 32).
Sehingga pornografi/aksi haram hukumnya, karena didalam ayat tersebut menggunakan  لاناهية yang menunjukkan larangan. Dalam kaidah ushuliyyah dikatakan اَلْأَصْلُ فِى النَّهْيِ لِلـتَّحْرِيْم artinya bahwa asal dalam larangan adalah menunjukkan keharaman. Alasannya apabila ada kata-kata larangan yang tidak disertai qarinah (kata-kata yang menyertai kata-kata larangan, yang menyebabkan larangan itu tidak menunjukkan haram), akal dapat mengerti keharusan yang diminta larangan itu. Apa yang segera dapat dimengerti menunjukkan pengertian yang sebenarnya.
5.    Pandangan MUI tentang Pornografi dan Pornoaksi
Terkait dengan masalah pornografi/aksi, sejak tahun 2001 Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa No. 287 yang berisi penolakan terhadap pornografi/aksi. Dasar-dasar yang digunakan MUI dalam mengeluarkan fatwa tersebut adalah:[16]
a.    Q.S An-Nur : 30 yang mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana kaum laki-laki.
b.    Q.S An-Nur : 31 yang mengatur tentang tata pergaulan dan berbusana kaum perempuan.
c.    Q.S Al-Ahzab : 59 yang memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW agar kaum perempuan menulurkan jilbabnya keseluruh tubuhnya (tata busana) agar mudah dikenal dan tidak diganggu.
d.   Q.S Al-Maidah : 2 tentang perintah agar setiap orang saling tolong-menolong dalam kebajikan dan takwa.
e.    H.R. Ahmad Hadis No. 20787 dan H.R. Malik Hadis No. 1420    tentang larangan pakaian tembus pandang, erotis, sensual, dan sejenisnya serta H.R Abu Daud tentang aurat perempuan.
f.     HR. Bukhari Hadis No. 2784 tentang larangan berduaan antara laki-laki dengan perempuan bukan mahram serta H.R Muslim tentang penghuni neraka diantaranya kaum perempuan berlenggak-lenggok menggoda atau memikat.
g.    Ka'idah ushul al-fiqh yang menyatakan bahwa semua hal yang dapat menyebabkan terjadinya perbuatan haram adalah haram.
h.    Ka'idah-qa’idah fiqh :
1)   درء المفاسد أولى من جلب المنافع (Menghindarkan mafsadat didahulukan atas mendatangkan maslahat).
2)   الضَّرَرُيُزَالُ  )Bahaya harus dihilangkan(
3)   Melihat pada (sesuatu) yang haram adalah haram.
اَلنَّظَرُ أِلَى الْحَرَمِ حَرَامٌ
4)   Segala sesuatu yang lahir (timbul) dari sesuatu yang haram adalah haram.
كُلُّ مَا بَتَوَلَّدُ مِنَ الْحَرَامِ
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut maka, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa No. 287 tahun 2001 tentang Pornografi/aksi dengan keputusan hukum sebagai berikut:[17]
a.       Menggambarkan, secara langsung atau tidak langsung, tingkah laku secara erotis, baik dengan lukisan, gambar, tulisan, suara, reklame, iklan, maupun  ucapan, baik melalui media cetak maupun elektronik yang dapat membangkitkan nafsu birahi adalah haram.
b.      Membiarkan aurat terbuka dan atau berpakaian ketat atau tembus pandang dengan maksud untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak maupun divisualisasikan adalah haram.
c.       Melakukan pengambilan gambar sebagaimana dimaksud angka 2 diatas adalah haram.
d.      Melakukan hubungan seksual atau adegan seksual dihadapan orang, melakukan pengambilan gambar hubungan seksual atau adegan seksual, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain, dan melihat hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
e.       Memperbanyak, mengedarkan, menjual, membeli dan melihat atau memperlihatkan gambar orang, baik cetak atau visual, yang terbuka auratnya atau berpakaian ketat atau tembus pandang yang dapat membangkitkan nafsu birahi, atau gambar hubungan seksual atau adegan seksual adalah haram.
f.       Berbuat intim atau berdua-duaan (khalwat) antara laki-laki dengan perempuan  yang bukan mahramnya, dan perbuatan sejenis lainnya yang mendekati dan atau  mendorong melakukan hubungan seksual di luar penikahan adalah haram.
g.      Memperlihatkan aurat, yakni bagian tubuh antara pusar dan lutut bagi laki-laki dan bagian tubuh selain muka, telapak tangan,dan telapak kaki bagi perempuan, adalah haram, kecuali dalam hal-hal yang dibenarkan secara syar'i.
h.      Memakai pakaian tembus pandang atau ketat yang dapat memperlihatkan lekuk tubuh adalah haram.
i.        Melakukan suatu perbuatan dan atau suatu ucapan dapat mendorong terjadinya  hubungan seksual diluar penikahan atau perbuatan sebagaimana dimaksud angka 6 adalah haram.
j.        Membantu dengan segala bentuknya dan atau membiarkan tanpa pengingkaran perbuatan-perbuatan yang diharamkan diatas adalah haram.
k.      Memperoleh uang, manfaat, dan atau fasilitas perbuatan-perbuatan yang diharamkan di atas adalah haram.
6.    Tinjauan Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi dan Pornoaksi
Secara sedarhana pokok-pokok pengaturan dan pembatasan yang termuat dalam UU No. 44 tahun 2008 tentang Pornografi adalah sebagai berikut :[18]
No
Bab/Pasal/Ayat
Isi
1
II/4/(1)


Larangan memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediakan pornografi yang secara eksplisit memuat produk pornografi.
2
II/5
Larangan meminjamkan atau mengunduh produk pornografi
3
II/6
Larangan memperdengarkan, mempertontonkan, memanfaatkan, memiliki, atau menyimpan produk pornografi, kecuali yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan.
4
II/7
Larangan mendanai atau memfasilitasi perbuatan pornografi.
5
II/8
Larangan dengan sengaja atau atas persetujuan dirinya menjadi objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
6
II/9
Larangan menjadikan orang lain sebagai objek atau model yang mengandung muatan pornografi.
7
II/13/(1)
Pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan pornografi yang memuat selain sebagaimana dimaksud produk pornografi wajib mendasarkan pada peraturan perundang-undangan.

II/14
Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuatan, penyebarluasan, dan penggunaan produk pornografi untuk tujuan dan kepentingan pendidikan dan pelayanan kesehatan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Keterangan :
Produk pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat persenggamaan, termasuk persenggamaan yang menyimpang; kekerasan seksual; masturbasi atau onani; ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan; alat kelamin; atau pornografi anak.

F.   Dampak Pornografi dan Pornoaksi
Tidak dipungkiri bahwa dari sudut pandang ekonomi pornografi/aksi memang membawa “keuntungan” bagi segelintir pihak yang dengan sengaja memanfaatkannya sebagai lahan berbisnis. Namun hal itu sangat jauh perbandingannya dengan dampak negatif yang dilahirkannya:[19]
a.    Melanggar Nilai-nilai Agama
Berdasarkan Q.S An-Nur: 30-31, Islam menghubungkan prilaku sosiomoral, ruang sakral dan ajaran tentang pakaian. Dua poin yang dapat diambil dari ayat tersebut adalah:
1)   Konsep menundukkan pandangan dan menjaga atau menutupi organ genital merupakan sesuatu yang sentral.
2)   Laki-laki disebut terlebih dahulu agar mematuhi perintah-perintah mengendalikan tatapan mereka pada wanita dan menekan hasrat mereka pada saat berinteraksi dengan wanita yang bukan muhrimnya. Selanjutnya dalam teks tersebut juga memerintahkan hal yang sama pada wanita untuk menundukkan pandangan mereka dan menyembunyikan genital mereka.
b.    Melanggar Pancasila dan HAM
Pornografi/aksi bertentangan dengan sila ke dua Pancasila yang menjunjung tinggi nilai-nilai “kemanusiaan yang adil dan beradab”, karena dapat dilihat sebagai bentuk pelecehan seksual yang merendahkan martabat bukan hanya wanita tetapi juga laki-laki, bertentangan dengan persamaan hak antara wanita dan laki-laki, dan juga bertentangan dengan kebebasan positif karena pornografi/aksi mengarah ke politisnya kaum wanita yang disamakan seperti barang komoditi.
c.    Mengganggu  Psikologi  (sensasi  dan  presepsi  negative) dan Perilaku
Perilaku manusia diawali dengan adanya pengindraan atau sensasi, kemudian otak akan menerjemahkan stimulus dari proses pengindraan tadi (presepsi). Kemudian presepsi yang ada pada seseorang akan mempengaruhi bagaimana perilaku orang tersebut, termasuk pornografi/aksi. Selanjutnya jika sudah mencapai pada tindakan seks pranikah pada akhirnya dapat menyebabkan depresi dan kegoncangan jiwa, si pelaku akan selalu dihantui perasaan bersalah (guility feeling). Selain itu juga mengakibatkan lemahnya fungsi pengendalian diri, terutama terhadap naluri agresifitas fisik maupun seksual.
d.   Memicu Lahirnya Tindakan Pelanggaran Lain
Selain pornografi/aksi itu sendiri merupakan sebuah pelanggaran, dia juga akan memicu lahirnya tindak pelanggaran lain, seperti perzinaan, perkosaan, penyimpangan seksual, aborsi dan sebagainya.





























BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Pornografi adalah setiap gambar atau bacaan yang dapat membangkitkan birahi dan menurut istilah fiqh dinamakan dengan As-Shirah aw al-kitabah al-mutsirozaini li asy-syahwah (gambar atau tulisan yang dapat membangkitkan syahwat). Sedangkan pornoaksi adalah segala tingkah laku erotis untuk membangkitkan nafsu birahi atau perilaku dan ucapan yang bersifat cabul dan menimbulkan syahwat. Dalam bahasa fiqh pornoaksi dikategorikan al-afal al mutsiroh li as-syahwah aw al-iftitan (perbuatan-perbuatan yang dapat mengundang syahwat yang menimbulkan fitnah)
Berdasarkan uraan diatas, dapat disimpulkan bahwa pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.
Berdasarkan penjelasan nash-nash di atas, dapat disimpulkan bahwa membuka aurat, berpakaian ketat atau tembus pandang, berpakaian tipis yang dapat membangkitkan nafsu birahi untuk diambil gambarnya, baik untuk dicetak, maupun untuk divisualisasikan dalam bentuk baik lukisan, foto, video, suara, dan tulisan dimaknai sebagai pornografi/aksi karena mendekatkan seseorang pada perzinaan, yang tegas dilarang Allah dalam Q.S Al-Isra’ayat 32 yang berbunyi :
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
Artinya: Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk (Al-Isra’: 32).
Sehingga pornografi/aksi haram hukumnya, karena didalam ayat tersebut menggunakan  لاناهية yang menunjukkan larangan. Dalam kaidah ushuliyyah dikatakan اَلْأَصْلُ فِى النَّهْيِ لِلـتَّحْرِيْم artinya bahwa asal dalam larangan adalah menunjukkan keharaman. Alasannya apabila ada kata-kata larangan yang tidak disertai qarinah (kata-kata yang menyertai kata-kata larangan, yang menyebabkan larangan itu tidak menunjukkan haram), akal dapat mengerti keharusan yang diminta larangan itu. Apa yang segera dapat dimengerti menunjukkan pengertian yang sebenarnya. Kemudian yang demikian itu (pornografi/aksi) dalam pandangan Islam adalah haram hukumnya, karena melanggar baik aturan agama, undang-undang dan norma kesusilaan.

B.  Saran
Selama proses penulisan makalah ini, penulis melakukan perenungan dalam pembuatan makalah ini. Diharapkan makalah ini dapat mengajak seluruh pembaca untuk lebih memahami tentang problematika hukum Islam terbaru khususnya tentang Pornografi dan Pornoaksi ini. Dalam penulisan makalah ini, penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan yang menyebabkan makalah ini jauh dari kesempurnaan yang diharapkan. Oleh karena itu, penulis mengharap sumbang kritik dan saran yang membangun yang nantinya bermanfaat bagi penulis sendiri maupun seluruh pembaca.Wallauhua’lam

















DAFTAR PUSTAKA

Aibak, Kutbuddin. 2009. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta : Teras.
Dahlan, Tamrin. 2010. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Malang : UIN Malang Press.
Istibjaroh. 2007. Menimbang Hukum Pornografi, Pornoaksi dan Aborsi Dalam Prespektif Islam (PDF). IAIN Sunan Ampel Press.
Djubaedah, Neng. 2003. Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam. Jakarta: Prenada Media.
Karim, Syafe’i. 2001. Fiqih-Ushul Fiqih. Bandung : CV PUSTAKA SETIA.
Qardhawi, Yusuf. 1996. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: Gema Insani.
Widodo, Ismu Gunadi. 2010. Aspek Yuridis Pornografi/aksi Memahami Wewenang Diskresi Dalam Penyidikan Tindak Pidana. Surabaya: Airlangga University Press.
Yanggo, Huzaemah Tahido. 2010. Fikih Perempuan Kontemporer. Bogor : Ghalia Indonesia.
Majelis Ulama Indonesia Pusat, Keputusan Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia, nomor 287 Tahun 2001 tentang Pornografi dan Pornoaksi, 22 Agustus 2001.
Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.


[1] Kutbuddin Aibak, Kajian Fiqh Kontemporer, (Yogyakarta: TERAS, 2004), hlm. 4-5.
[2] Ahmad Idris, Buah Pikiran Untuk Umat (Telaah Fiqh Holistik). (Kediri: Lirboyo Press, 2008), hlm. 3.
[3] Pasal 1 bab I Undang-undang Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi.
[4] Ahmad Idris, Opcit., hal. 5.
[5] Neng Djubaedah, Pornografi dan Pornoaksi Ditinjau dari Hukum Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 85
[6] Ibid.., hlm. 87.
[7] Ibid.., hlm. 89.
[8] Kutbuddin Aibak, Opcit..,  hlm. 21
[9]  Yusuf Qardhawi, Fatwa-fatwa Kontemporer. (Jakarta  Gema Insani, 1996), hlm. 362.
[10] Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer. (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hlm. 43.
[11] Ibid.., hlm. 45.
[12] Ibid.., hlm. 47.
[13] Ibid.., hlm. 48.
[14] Yusuf Qardhawi, Opcit..,  hlm. 364.
[15] Ibid.., hlm. 365.
[16] Neng Djubaedah, Opcit..,  hlm. 92.
[17] Ibid.., hlm. 10-13
[18] Ibid.., hlm. 367.
[19] Ibid.., hlm. 144-147.
Share:

0 comments:

Post a Comment

SESUNGGUHNYA YANG TERBAIK UNTUKMU PASTILAH UNTUKMU

About

AKU ADALAH DIRIKU DENGAN SEJUTA IMPIAN DAN HARAPAN BESARKU

Postingan Populer

Powered by Blogger.

hiburan

  • NOAH 6.903
  • NOAH AWAL SEMULA
  • Sang Pemimpi

Followers

NOAH

NOAH
logo NOAH