Saturday, November 11, 2017
Makalah Equivalent Rate dan perhitungannya
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ada dua posisi yang berbeda
untuk perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima bank syariah.
Pertama, bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai mudharib
dan nasabah sebagai sahibul maal. Kedua, bagi hasil pendapatan antara bank
dengan nasabah di mana bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.
Berbeda dengan mekanisme
ekonomi kovensional yang menggunakan instrumen bunga, mekanisme ekonomi Islam
menggunakan instrumen profit yaitu berupa sistem bagi hasil, salah satunya
adalah lembaga keuangan syariah. Hal ini menjadi ciri khas ekonomi Islam.
Ekonomi syariah terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme dan
sosialisme, serta mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran,
transparansi, anti korupsi dan eksploitasi. Artinya, misi utama ekonomi syariah
ialah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis baik individu,
perusahaan ataupun Negara.
Salah satu
peranan penting sebuah bank adalah kemampuan dalam menghimpun dana pihak
ketiga, yang dapat berupa tabungan, deposito, ataupun giro. Dalam hal ini, bank
syariah menggunakan instrumen nisbah bagi hasil yang dalam bentuk lainnya
dinyatakan dengan istilah equivalent rate dalam menarik nasabah untuk
menyimpan dananya di bank syariah. Instrumen equivalent rate di bank
syariah tentunya berbeda dengan bunga di bank konvensional yang bersaing dengan
sangat kompetitif dalam menetapkan suku bunga simpanan yang sangat menarik
dalam menggaet calon nasabah dan pembagian keuntungannya ditentukan diawal
yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang disimpan atau dipinjam
dan sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku
bunga akan diikuti dengan naiknya bunga simpanan dan bunga pinjaman.
Sedangkan
nisbah bagi hasil dan equivalent rate ketentuan keuntungan ditentukan
besar‐kecilnya hasil suatu usaha. Pembagian porsi keuntungan dihitung
sesuai nisbah bagi hasil didasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Semakin besar
tingkat keuntungan yang diperoleh semakin besar jumlah pembagian laba yang
dibagikan kepada nasabah. Oleh karena itu, persaingan yang dialami bank syariah
saat ini tidak hanya sesama bank syariah saja, namun juga terhadap bank‐bank konvensional. Untuk terus merebut pasar mengambang yang sangat
besar jumlahnya, bank syariah harus mampu berkompetisi secara sehat, yaitu
menetapkan sistem bagi hasil dan equivalent rate yang dapat bersaing
dengan bunga bank konvensional.
Berdasarkan hal
demikian, maka dirasa perlu untuk mengetahui lebih jelas mengenai prinsip bagi
hasil setara nisbah dengan menggunakan equivalent rate. Oleh karene itu,
maka penulis akan memaparkan makalah ini dengan judul “Perhitungan bagi hasil
nasabah antara profit sharing dan revenue sharing serta
implikasinya terhadap equivalent rate”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang dikaji
dalam makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.
Bagaimana
Perbedaan antara profit sharing dan revenue sharing?
2.
Bagaimana
perhitungan bagi hasil dengan equivalent rate?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka dapat ditarik tujuan penulisan yang dikaji dalam
makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui perbedaan antara profit sharing dan revenue sharing.
2.
Untuk
mengetahui perhitungan bagi hasil dengan equivalent rate.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip Bagi Hasil Usaha Lembaga Keuangan Syariah
Bagi hasil merupakan sebuah sistem yang dipandang
sesuai dengan prinsip ekonomi Islam yang sebenarnya. Dengan mengaplikasikan
sistem bagi hasil pada lembaga keuangan syariah maka akan terwujud keadilan
dalam ekonomi karena dengan sistem inilah baik nasabah maupun lembaga keuangan
akan bersama sama menikmati keuntungan yang adil. Dalam praktek bagi hasil
pihak lembaga akan membagi hasil (profit) kepada nasabah sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati, sehingga salah satu pihak tidak akan dirugikan. Nisbah
bagi hasil ini merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan bagi
hasil di bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang
disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk
menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek: data
usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan
dan distribusi pembagian hasil.[1]
Nisbah adalah rasio atau perbandingan pembagian
keuntungan (bagi hasil) antara shahibul maal dan mudharib.[2]
Bagi hasil adalah bentuk return dari kontrak investasi, dan waktu ke
waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya peroleh kembali itu
bergantung pada hasil usaha ynag benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan
syariah.[3]
Nisbah bagi hasil pada bank syariah merupakan kesepakatan porsi bagi hasil yang
akan diperoleh pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib)
yang tertuang dalam akad perjanjian yang telah ditandatangani pada awal sebelum
dilakukannya akad kerjasama.
Prinsip
bagi hasil (profit sharing) secara
umum dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-mushaqah.
Walaupun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah
dan al-mushaqah dipergunakan khusus
untuk platation financing atau
pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.[4]
Secara
umum, terdapat dua prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan
syariah di Indonesia, yaitu:
1.
Profit Sharing
Profit sharing merupakan
sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan
setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[5]Saat ini bank syariah belum ada yang mempergunakan
perhitungan pembagian hasil usahanya mempergunakan prinsip profit sharing.
Dalam prinsip profit sharing pendapatan hasil usaha yang dibagi merupakan
pendapatan bersih (net profit) , yaitu laba kotor dikurangi dengan
beban-beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Salah
satu kendala dalam prinsip profit sharing adalah penentuan beban-beban
yang diperhitungkan dalam mudharabah secara jujur, transparan dan
obyektif. Jika bank syariah akan menerapkan prinsip profit sharing harus dibuat
dua laporan yaitu :
a. laporan yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah, yaitu bank sebagai pengelola.
b. laporan yang berkaitan dengan bank syariah sebagai entitas syariah yang mengelola dana dan
kegiatan lainnya.
Berikut
ini adalah contoh perhitungan bagi hasil profit sharing pada produk
penghimpunan dana; saldo rata-rata investasi MudhΔrabah Berjangka Bapak
Adi pada bulan Agustus 2015 adalah Rp 3.000.000. Di sisi lain, saldo
rata-rata Investasi MudhΔrabah Berjangka seluruh nasabah BMT X pada
bulan yang sama adalah Rp 500.000.000. Jika kedua belah pihak sepakat bahwa
nisbah bagi hasilnya adalah 50 % untuk nasabah dan 50 % untuk BMT X, sedangkan
pendapatan yang diperoleh dari dana tersebut adalah Rp 13.000.000, dengan beban
yang harus dikeluarkan oleh BMT sebesar Rp. 2.000.000, dengan demikian, maka
pendapatan yang dibagihasilkan setelah dikurangi beban adalah sebesar Rp. 11.000.000,
maka bagi hasil yang diperoleh Bapak Adi adalah:
(3.000.000/500.000.000)
x 11.000.000 x 50% = 33.000
2.
Revenue Sharing
Revenue sharing adalah
sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang
diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut.[6] Adapun mekanisme perhitungan bagi
hasil (revenue sharing) adalah
sebagai berikut:[7]
a.
Hitunglah
saldo rata-rata harian sumber dana sesuai dengan klasifikasi dana yang dimiliki.
b.
Hitunglah
saldo rata-rata tertimbang sumber dana yang telah disalurkan ke dalam investasi
dan produk-produk asset lainnya.
c.
Bandingkan
antara jumlah sumber dana dengan total dana yang telah tersalurkan.
d.
Alokasi
total pendapatan kepada maisng-masing klasifikasi dana yang tersalurkan
e.
Perhatikan
nisbah sesuai kesepakatan yang tercantum dalam akad.
f.
Distribusi bagi hasil sesuai dengan nisbah
kepada pemilik dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki.
Adapun rumus untuk menghitung saldo rata-rata harian adalah sebagai
berikut:
SSRH
= N/D
|
N = total dana dalam periode berjalan
D = julah hari dalam periode berjalan
Adapun
mengenai rumus perhitungan bagi hasil akad mudharabah pada produk simpanan adalah sebagai
berikut:
Berikut
ini adalah contoh perhitungan bagi hasil revenue sharing pada produk
penghimpunan dana; saldo rata-rata investasi MudhΔrabah Berjangka Bapak
Adi pada bulan Agustus 2015 adalah Rp 3.000.000. Di sisi lain, saldo
rata-rata Investasi MudhΔrabah Berjangka seluruh nasabah BMT X pada
bulan yang sama adalah Rp 500.000.000. Jika kedua belah pihak sepakat bahwa
nisbah bagi hasilnya adalah 50 % untuk nasabah dan 50 % untuk BMT X, sedangkan
pendapatan yang diperoleh dari dana tersebut adalah Rp 11.000.000, maka bagi
hasil yang diperoleh Bapak Adi adalah: (3.000.000/500.000.000) x 11.000.000 x
50% = 33.000
Menurut
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, menyatakan
secara eksplisit bahwa dalam hal prinsip pembagian hasil usaha, terminologi
pendapatan, atau hasil yang dimaksud adalah pendapatan bruto (gross profit).[8]
Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil
atau bagi laba dan jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian
hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) buksan total pendapatan
usaha (omset). Jika berdasarka prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba
neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan
dengan pengelolaan dana mudharabah.[9]
Penggunaan
praktis gross profit sharing sebagai dasar bagi hasil bagi nasabah
penabung atau deposan dengan skema mudharabah dapat terlihat pada
pengakuan bank syariah. Pendapatan murabahah yang dibagi hasil, misalnya
adalah nilai mergin murabahah (selisih harga jual dengan harga pokok barang
yang dijual) yang uangnya telah diterima oleh bank syariah. Ini menunjukkan
bahwa bagi hasil kepada nasabah penabung pada dasarnya adalah gross profit
sharing dan bukan revenue sharing. Demikian pula dalam pengakuan
pendapatan sewa, besaran pendapatan sewa yang disajikan dalam pendapatan utama
pada laporan rugi laba adalah pendapatan sewa setelah dikurangi biaya
opersional asset yang disewakan sebelum dikurangi biaya operasional rutin
lainnya.
Perbedaan
jumlah pendapatan yang akan dijadikan sebagai dasar untuk mengitung distribusi
bagi hasil dari kedua prinsip bagi hasil tersebut. Dengan prinsip revenue
sharing pendapatan yang digunakan untuk diperhitungkan dalam perhitungan
bagi hasil adalah pendapatan bruto yang terdiri atas pendapatan bagi hasil yang
diterima dari bagi hasil investasi pembiayaan, pendapatan margin murabahah
(penjualan setelah dikurangi harga pokok), pendapatan sewa bersih setelah
dikurangi biaya-biaya operasional sewa asset yang bersangkutan dan pendapatan
bersih lainnya. Sedangkan dengan prinsip profit sharing pendapatan yang
menjadi dasar perhitungan bagi hasil dengan prinsip revenue sharing
harus dikurangi lagi dengan biaya operasional rutin bank, sehingga diperoleh
laba bersih. Laba bersih inilah yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi
hasil.
B.
Perhitungan Bagi Hasil Menggunakan Pendekatan Equivalent Rate
1.
Pengertian equivalent rate
Equivalent rate merupakan indikasi tingkat
imbalan dari suatu penanaman dana atau penghimpunan dana yang dilakukan bank. Equivalent
rate juga berarti tingkat
pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate ini perannya sama dengan bunga pada bank
konvensional, yaitu memberikan gambaran seberapa besar tingkat pengembalian
atas investasi yang ditanam. Bedanya, bunga langsung diperjanjikan diawal
kontrak sebelum investasi berjalan. Sedangkan equivalent rate dihitung
oleh pihak bank setiap akhir bulan setelah investasi yang dijalankan memberikan
hasil. Nasabah dapat melihat berapa equivalent rate bank bulan yang lalu
untuk memberikan perkiraan berapa equivalent rate bank pada bulan berjalan.[10]
Equivalent rate bagi hasil tabungan adalah jumlah bagi hasil untuk
seorang nasabah perbulan dibagi dengan saldo rata‐rata tabungan nasabah tersebut yang
dinyatakan dalam bentuk persentase.
Salah satu peranan penting sebuah bank adalah
kemampuan dalam menghimpun dana pihak ketiga, yang dapat berupa tabungan,
deposito, ataupun giro. Dalam hal ini, bank
syariah menggunakan instrumen nisbah bagi hasil yang dalam bentuk lainnya
dinyatakan dengan istilah equivalent rate
dalam menarik nasabah untuk menyimpan dananya di bank syariah.
Instrumen equivalent rate di bank syariah
tentunya berbeda dengan bunga di bank konvensional yang bersaing dengan sangat
kompetitif dalam menetapkan suku bunga simpanan yang sangat menarik dalam menggaet calon nasabah dan pembagian keuntungannya
ditentukan diawal yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang
disimpan atau dipinjam dan sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Semakin
tinggi tingkat suku bunga akan diikuti dengan naiknya bunga simpanan dan bunga
pinjaman.[11]
Dalam penerapannya, tidak diperbolehkan menyamakan
antara bagi hasil dengan equivalent rate, kecuali equivalent rate tersebut merupakan hasil masa lalu. Misalnya
suatu Bank Syariah menyatakan bagi hasilnya bulan kemarin setara dengan 12%
tetap saja tidak dapat menentukan berapa
besaran bagi hasil pada bulan yang akan datang. Jika nisbah bagi hasil misalkan
60:40, hasil dari bagi hasil di masa yang akan datang kemungkinan bisa kurang
atau lebih dari 12%, semuanya tergantung dari pendapatan bank syariah. Hal
seperti ini merupakan praktek yang umum di bank syariah Indonesia. Penyebutan equivalent
rate hanya untuk mempermudah nasabah
dalam memperkirakan bagi hasil saja, dan bukan bagi hasilnya. Jika equivalent
rate sama dengan hagi hasil di masa yang akan datang berarti bagi hasil
tersebut sudah dipastikan diawal dan hal
tersebut berarti riba.[12]
ER setiap Produk = Bahas untuk seluruh nasabah per produk x
100%
Total saldo rata-rata per produk
Dengan
demikian, equivalent rate merupakan perhitungan bagi hasil untuk nasabah
dengan cara mengonversi bagi hasil untuk seluruh nasabah pada masing-masing
produk Dana Pihak Ketiga dalam bentuk presentase.
Berbagi hasil dalam bank syariah menggunakan istilah nisbah bagi
hasil, yaitu proporsi bagi hasil antara nasabah dan bank syariah. Misalnya,
jika customer service bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil Tabungan iB
sebesar 65:35. Itu artinya nasabah bank syariah akan memperoleh bagi hasil
sebesar 65% dari return investasi yang dihasilkan oleh bank syariah
melalui pengelolaan dana-dana masyarakat di sektor riil. Sementara itu bank
syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil sebesar 35%. Bagaimana menghitung
nisbah bagi hasil tersebut?
Untuk produk pendanaan/simpanan bank syariah, misalnya Tabungan iB
dan Deposito iB, penentuan nisbah bagi hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: jenis produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan biaya
operasional bank. Hanya produk simpanan iB dengan skema investasi (mudharabah)
yang mendapatkan return bagi hasil. Sementara itu untuk produk simpanan
iB dengan skema titipan (wadiah), return yang diberikan berupa
bonus.
Pertama-tama dihitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang
dapat dibagikan kepada nasabah. Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung
oleh bank syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor
yang menjadi tujuan investasi, misalnya di sektor properti, perdagangan,
pertanian, telekomunikasi atau sektor transportasi. Setiap sektor ekonomi
memiliki karakteristik dan performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan
return investasi yang berbeda-beda juga. Sebagaimana layaknya seorang investment
manager, bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan
keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk
menghitung ekspektasi /proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator
historis (track record) dari aktivitas investasi bank syariah yang telah
dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan iB
yang selama ini telah diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan
tersebut, maka dapat diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent
rate- yang akan dibagikan kepada nasabah misalnya sebesar 11%.
Selanjutnya dihitung besarnya pendapatan investasi yang merupakan
bagian untuk bank syariah sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional
sekaligus memberikan pendapatan yang wajar. Besarnya biaya operasional
tergantung dari tingkat efisiensi bank masing-masing. Sementara itu, besarnya
pendapatan yang wajar antara lain mengacu kepada indikator-indikator keuangan
bank syariah yang bersangkutan seperti ROA (Return On Assets) dan
indikator lain yang relevan. Dari perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah
memerlukan pendapatan investasi -yang juga dihitung dalam equivalent rate
misalnya sebesar 6 %.
Dari kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah bagi hasil dapat
dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah dari kedua angka tersebut, maka
kemudian nisbah bagi hasil dapat dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah
adalah sebesar: [11% dibagi (11%+6%)] = 0.65 atau sebesar 65%. Dan bagi hasil
untuk bank syariah sebesar: [6% dibagi (11%+6%)] = 0.35 atau sebesar 35%. Maka
nisbah bagi hasilnya kemudian dapat dituliskan sebagai 65:35.
Tentu saja dalam prakteknya nasabah iB tidak perlu terlalu pusing
dengan perhitungan njlimet bagi hasil semacam ini. Masyarakat hanya
tinggal menanyakan berapa rate indikatif dari Tabungan iB atau
Deposito iB yang diminatinya. Rate indikatif ini adalah nilai equivalent
rate dari pendapatan investasi yang akan dibagikan kepada nasabah, yang
dinyatakan dalam persentase misalnya 11% atau 8% atau 12%. Jadi masyarakat
dengan cepat dan mudah dapat menghitung berapa besar keuntungan yang akan
diperolehnya dalam menabung sekaligus berinvestasi di bank syariah.[14]
2.
Perhitungan bagi hasil tabungan dan deposito mudharabah pada
bank syariah[15]
a.
Bank Jateng Syariah
Cara perhitungan
bagi hasil produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah adalah sebagai
berikut :
Bahas nasabah = %
Nisbah bagi hasil nasabah x distribusi bagi hasil
bagi hasil Bank =
%Nisbah bagi hasil Bank x distribusi Bagi hasil
Setelah itu,
bank akan menghitung equivalent rate yang berlaku untuk menghitung
jumlah bagi hasil yang diperoleh oleh nasabah.
Berikut adalah
rumus bagi hasil yang digunakan oleh Bank Jateng Syariah dalam menghitung bagi
hasil:
b.
Bank Syariah Bukopin
Pada awal proses
perhitungan Bagi hasil, Bank Syariah Bukopin akan menghitung jumlah distribusi
bagi hasil yang dialokasikan untuk nasabah:
Bagi
hasil nasabah = %Nisbah Nasabah x alokasi bagi hasil
Selanjutnya,
bank akan membuat suatu acuan untuk menghitung Bagi hasil untuk perorangan,
yang disebut dengan Equivalent Rate (ER):
Setelah ER
diketahui, maka Bank Syariah Bukopin dapat menghitung nominal yang akan
diperoleh nasabah perorangan untuk produk tabungan mudharabah:
c.
Bank Muamalat Indonesia
Untuk awal dari
proses pembagian bagi hasil ini, Bank Muamalat akan menghitung berapa total
bagian bagi hasil yang diberikan kepada nasabah tabungan mudharabah sebagai
berikut:
Bagi
hasil nasabah = %Nisbah Nasabah x alokasi bagi hasil
Di Bank Muamalat
disebut dengan HI -Mil (dibaca Ha i per Mil). HI-1000 adalah angka yang
menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyaluran setiap seribu rupiah
dana yang diinvestasikan ol eh bank. Untuk menentukan HI-1000, Bank Muamalat
menggunakan rumus berikut ini :
Untuk menghitung
bagi hasil perorangan ini, rumus yang digunakan oleh Bank Muamalat adalah :
3.
Perhitungan bagi hasil dengan equivalent rate
Perhitungan bagi hasil menggunakan nilai setara atau equivalent
rate dapat digambarkan melalui rumus berikut ini:[16]
Perhitungan
bahas = Dana yang diinvestasikan x Equivalent rate Tahunan
12
Equivalent
rate tahunan = Pendapatan
bagi hasil x 365 x 100%
Saldo rata-rata tertimbang 30
Pendapatan
bagi hasil = pendapatan x Nisbah
Pendapatan
= saldo rata-rata tertimbang x PYD
Total Dana Pihak Ketiga
PYD = Total dana anggota x Total pendapatan
Total Pembiayaan yang disalurkan
Dalam perumusan di atas tersebut, dana yang diinvestasikan anggota
dengan jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan pada KJKS dikali equivalent
rate tahunan dibagi 12 bulan. Untuk menentukan equivalent rate
tahunan addalah pendapatan bagi hasil investasi berjangka dibagi saldo
rata-rata tertimbang dikali 365 hari dibagi 30 hari dikali 100%.
Untuk menentukan pendapatan bagi hasil anggota adalah pendapatan
KJKS pada bulan tertentu dikali dengan nisbah yang ditetapan untuk anggota. PYD
atau singkatan dari Pendapatan Yang Dibagihasilkan berlaku untuk semua anggota
dengan investasi berjangka. PYD didapatkan dari total dana anggota dibagi total
pembiayaan yang disalurkan dikali total pendapatan pada bulan tersebut. Sebagai
contoh, di bawah ini merupakan perhitungan bagi hasil setara nisbah yang
dilakukan oleh KJKS Berkah Madani dalam produk Investasi Berkah. Sebelum
memasuki ilustrasi perhitungan atas bagi hasil investasi berjangka, maka perlu
diketahui data perhitungan setara bagi hasil berikut ini:
Tabel 2.1
Nisbah bagi hasil dan equivalet rate
tahunan investasi berjangka
Kemudian didapatkan hasil perhitungan bagi hasil pada bulan januari
tahun 2013 yakni sebagai berikut:
Tabel 2.2
Perhitungan setara nisbah bagi hasil
KJKS Berkah Madani bulan januari 2013
Sebagai contoh, Ibu Khonsa menginvestasikan uangnya sebesar Rp.
25.000.000,- pada produk Investasi berjangka Berkah di KJKS Berkah Madani
dengan jangka waktu 1 bulan. Nisbah bagi hasil antara KJKS Berkah Madani dengan
Ibu Khonsa yaitu 59:41. Dengan equivalent rate tahunan investasi berjangka KJKS
Berkah Madani sebesar 10,24 % pada bulan Januari tahun 2013. Maka
langkah-langkah bagi hasil yang diperoleh Ibu Khonsa sebagai berikut:
a.
Rumus PYD investasi Berjangka:
Total Dana Nasabah x Total Pendapatan
Total
pembiayaan yang disalurkan
Kemudian dapat dihitung berdasarkan angka-angka dalam tabel di
atas:
2.470.079.953,75
x 63.93.171 = 50.682.017
3.115.947.670,08
b.
perhitungan pendapatan investasi berjangka:
Saldo rata-rata
tertimbang* x PYD*
Total DPK*
Kemudian dapat dihitung besaran pendapatan investasi berjangka 1
bulan berdasarkan angka-angka dalam tabel di atas:
434.624.812 x 50.682.017 = 8.917.793,-
2.470.079.954
Keterangan:
* saldo rata-rata tertimbang, merupakan saldo rata-rata harian pada
investasi berjangka waktu 1 bulan di bulan januari 2013.
* total Dana Pihak Ketiga pada bulan januari 2013. Didapatkan dari
total seluruh saldo rata-rata tertimbang pada produk-produk penghimpunan dana.
* PYD, merupakan pendapatan yang dibagihasilkan kepada anggota dan
lembaga pada bulan januari 2013.
c.
Perhitungan pendapatan Bagi hasil Investasi berjangka 1 bulan:
Pendapatan* x Nisbah*
Kemudian dapat dihitung besaran bagi hasil investasi berjangka 1
bulan berdasarkan angka-angka dalam tabel di atas:
8.917.793 x
0,41 = 3.656.295,-
Keterangan:
*Pendapatan, pada investasi berjangka waktu 1 bulan di bulan januari
2013.
* Nisbah, yang diterima oleh anggota pada produk investasi berjangka
berkah jangka waktu 1 bulan yaitu KJKS Berkah Madani dan Ibu Khonsa dengan
ratio 59:41.
d.
Perhitungan equivalent rate tahunan investasi berjangka:
Pendapatan bagi hasil * x 365 x 100%
Saldo rata-rata
tertimbang* 30
Kemudian dapat dihitung besaran equivalent rate tahunan investasi
berjangka 1 bulan:
3.656.295
x 365 x 100% = 10,24
%
434.624.812 30
Keterangan:
* pendapatan bagi hasil, merupakan pendapatan bagi hasil nasabah
pada investasi berjangka jangka waktu 1 bulan di bulan januari 2013.
* saldo rata-rata tertimbang
merupakan saldo rata-rata harian pada investasi berjangka jangka waktu 1
bulan di bulan januari 2013.
e.
Perhitungan bagi hasil investasi berjangka:
Dana yang diinvestasikan x Equivalent rate Tahunan
12
Kemudian dapat dihitung bagi hasil investasi berjangka 1 bulan:
25.000.000 x 10,24% = 213.333
12
Jadi,
bagi hasil yang akan diterima oleh Ibu Khonsa adalah sebesar Rp. 213.333,-
dibayarkan pada saat sesuai dengan tanggal buka investasi berjangka dan
langsung masuk ke dalam rekening Ibu Khonsa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Revenue
sharing adalah sistem perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi
dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Sedangkan profit sharing merupakan sistem perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut
2.
Equivalent rate merupakan indikasi tingkat
imbalan dari suatu penanaman dana atau penghimpunan dana yang dilakukan bank. Equivalent
rate juga berarti tingkat
pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate bagi hasil tabungan adalah jumlah bagi hasil untuk
seorang nasabah perbulan dibagi dengan saldo rata‐rata tabungan nasabah tersebut yang
dinyatakan dalam bentuk persentase.
B.
Saran
1.
Dalam
perhitungan bagi hasil setara nisbah menggunakan equivalent rate sebaiknya
tetap mencantumkan nisbahnya, karena agar terdapat kejelasan porsi pembagian
bagi hasil dalam setiap produk.
2.
Hendaknya
dalam distribusi hasil usaha, LKS menggunakan prinsip reveneu sharing karena
prinsip ini yang sesuai dengan kemaslahatan.
[1] Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit
Margin Pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 86.
[2] Sunarto
Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi
Perbankan Syariah, Cet. iii,
(Jakarta: Zikrul Hakim, 2007), hlm. 180.
[3] Adiwarman
Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Cet. iii, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 191.
[4] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek. (Depok: Gema Insani, 2000), hlm. 98.
[5]
Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi...., hlm. 97.
[6] Ibid.,
hlm. 97.
[7] Tim Pengembang
Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah: Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional, hlm.
265-267.
[8] Ikatan
Akuntasi Indonesia. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Islam.. (Jakarta:
IAI. 2003), hlm. 14.
[9] DSAK IAI.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. (Jakarta: IAI. 2007).
[10] Vera Susanti, Pengaruh
Equivalent Rate dan Tingkat Keuntungan terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan
Syariah di Indonesia, Palembang: I-Finance Vol. 1. No. 1 Juli 2015. hlm.
116.
[11] Ibid.,
hlm. 114.
[12] Eliza Fitriah
dan Nur S. Buchori, Pengaruh Nisbah Bgai Hasil terhadap Penghimpunan Dana
Bank Syariah (Studi Kasus Pada Produk Tabungan di BPRS Kota Bekasi), Maslahah
vol.2 Agustus 2011, hlm. 10.
[13] Adiwarman
Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan...., hlm. 405.
[14] Perhitungan Bagi Hasil Deposito IB.pdf, dalam
www.bi.go.id/edukasi/dokumen.htm, diakses pada
tanggal 20 Desember 2016.
[15]
Muhammad
Tegar Andianto, Penerapan
Sistem Bagi Hasil Program Tabungan Mudharabah, Deposito Mudharabah, Serta Giro
Wadi’ah (Studi Kasus Di Bank Syariah Bukopin, Bank Muamalat, Dan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah, Kota Surakarta ), (Skripsi., Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2014), hlm. 10-11.
[16] Sekar Asih
Samawi, Model Perhitungan Bagi Hasil Investasi Berjangka Mudharabah di KJKS
Berkah Madani, (Skripsi., UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), hlm.
70-85.BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ada dua posisi yang berbeda
untuk perhitungan bagi hasil dari pendapatan yang diterima bank syariah.
Pertama, bagi hasil pendapatan antara bank dengan nasabah dimana bank sebagai mudharib
dan nasabah sebagai sahibul maal. Kedua, bagi hasil pendapatan antara bank
dengan nasabah di mana bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib.
Berbeda dengan mekanisme
ekonomi kovensional yang menggunakan instrumen bunga, mekanisme ekonomi Islam
menggunakan instrumen profit yaitu berupa sistem bagi hasil, salah satunya
adalah lembaga keuangan syariah. Hal ini menjadi ciri khas ekonomi Islam.
Ekonomi syariah terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme dan
sosialisme, serta mengajarkan tegaknya nilai-nilai keadilan, kejujuran,
transparansi, anti korupsi dan eksploitasi. Artinya, misi utama ekonomi syariah
ialah tegaknya nilai-nilai akhlak moral dalam aktivitas bisnis baik individu,
perusahaan ataupun Negara.
Salah satu
peranan penting sebuah bank adalah kemampuan dalam menghimpun dana pihak
ketiga, yang dapat berupa tabungan, deposito, ataupun giro. Dalam hal ini, bank
syariah menggunakan instrumen nisbah bagi hasil yang dalam bentuk lainnya
dinyatakan dengan istilah equivalent rate dalam menarik nasabah untuk
menyimpan dananya di bank syariah. Instrumen equivalent rate di bank
syariah tentunya berbeda dengan bunga di bank konvensional yang bersaing dengan
sangat kompetitif dalam menetapkan suku bunga simpanan yang sangat menarik
dalam menggaet calon nasabah dan pembagian keuntungannya ditentukan diawal
yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang disimpan atau dipinjam
dan sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat suku
bunga akan diikuti dengan naiknya bunga simpanan dan bunga pinjaman.
Sedangkan
nisbah bagi hasil dan equivalent rate ketentuan keuntungan ditentukan
besar‐kecilnya hasil suatu usaha. Pembagian porsi keuntungan dihitung
sesuai nisbah bagi hasil didasarkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Semakin besar
tingkat keuntungan yang diperoleh semakin besar jumlah pembagian laba yang
dibagikan kepada nasabah. Oleh karena itu, persaingan yang dialami bank syariah
saat ini tidak hanya sesama bank syariah saja, namun juga terhadap bank‐bank konvensional. Untuk terus merebut pasar mengambang yang sangat
besar jumlahnya, bank syariah harus mampu berkompetisi secara sehat, yaitu
menetapkan sistem bagi hasil dan equivalent rate yang dapat bersaing
dengan bunga bank konvensional.
Berdasarkan hal
demikian, maka dirasa perlu untuk mengetahui lebih jelas mengenai prinsip bagi
hasil setara nisbah dengan menggunakan equivalent rate. Oleh karene itu,
maka penulis akan memaparkan makalah ini dengan judul “Perhitungan bagi hasil
nasabah antara profit sharing dan revenue sharing serta
implikasinya terhadap equivalent rate”.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah di atas, maka dapat ditarik rumusan masalah yang dikaji
dalam makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.
Bagaimana
Perbedaan antara profit sharing dan revenue sharing?
2.
Bagaimana
perhitungan bagi hasil dengan equivalent rate?
C.
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, maka dapat ditarik tujuan penulisan yang dikaji dalam
makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui perbedaan antara profit sharing dan revenue sharing.
2.
Untuk
mengetahui perhitungan bagi hasil dengan equivalent rate.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Prinsip Bagi Hasil Usaha Lembaga Keuangan Syariah
Bagi hasil merupakan sebuah sistem yang dipandang
sesuai dengan prinsip ekonomi Islam yang sebenarnya. Dengan mengaplikasikan
sistem bagi hasil pada lembaga keuangan syariah maka akan terwujud keadilan
dalam ekonomi karena dengan sistem inilah baik nasabah maupun lembaga keuangan
akan bersama sama menikmati keuntungan yang adil. Dalam praktek bagi hasil
pihak lembaga akan membagi hasil (profit) kepada nasabah sesuai dengan nisbah
yang telah disepakati, sehingga salah satu pihak tidak akan dirugikan. Nisbah
bagi hasil ini merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan bagi
hasil di bank syariah. Sebab aspek nisbah merupakan aspek yang
disepakati bersama antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi. Untuk
menentukan nisbah bagi hasil, perlu diperhatikan aspek-aspek: data
usaha, kemampuan angsuran, hasil usaha yang dijalankan, nisbah pembiayaan
dan distribusi pembagian hasil.[1]
Nisbah adalah rasio atau perbandingan pembagian
keuntungan (bagi hasil) antara shahibul maal dan mudharib.[2]
Bagi hasil adalah bentuk return dari kontrak investasi, dan waktu ke
waktu, tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya peroleh kembali itu
bergantung pada hasil usaha ynag benar-benar terjadi. Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa sistem bagi hasil merupakan salah satu praktik perbankan
syariah.[3]
Nisbah bagi hasil pada bank syariah merupakan kesepakatan porsi bagi hasil yang
akan diperoleh pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola (mudharib)
yang tertuang dalam akad perjanjian yang telah ditandatangani pada awal sebelum
dilakukannya akad kerjasama.
Prinsip
bagi hasil (profit sharing) secara
umum dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, al-muzara’ah dan al-mushaqah.
Walaupun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara’ah
dan al-mushaqah dipergunakan khusus
untuk platation financing atau
pembiayaan pertanian oleh beberapa bank Islam.[4]
Secara
umum, terdapat dua prinsip distribusi hasil usaha dalam lembaga keuangan
syariah di Indonesia, yaitu:
1.
Profit Sharing
Profit sharing merupakan
sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan
setelah dikurangi dengan
biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[5]Saat ini bank syariah belum ada yang mempergunakan
perhitungan pembagian hasil usahanya mempergunakan prinsip profit sharing.
Dalam prinsip profit sharing pendapatan hasil usaha yang dibagi merupakan
pendapatan bersih (net profit) , yaitu laba kotor dikurangi dengan
beban-beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Salah
satu kendala dalam prinsip profit sharing adalah penentuan beban-beban
yang diperhitungkan dalam mudharabah secara jujur, transparan dan
obyektif. Jika bank syariah akan menerapkan prinsip profit sharing harus dibuat
dua laporan yaitu :
a. laporan yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah, yaitu bank sebagai pengelola.
b. laporan yang berkaitan dengan bank syariah sebagai entitas syariah yang mengelola dana dan
kegiatan lainnya.
Berikut
ini adalah contoh perhitungan bagi hasil profit sharing pada produk
penghimpunan dana; saldo rata-rata investasi MudhΔrabah Berjangka Bapak
Adi pada bulan Agustus 2015 adalah Rp 3.000.000. Di sisi lain, saldo
rata-rata Investasi MudhΔrabah Berjangka seluruh nasabah BMT X pada
bulan yang sama adalah Rp 500.000.000. Jika kedua belah pihak sepakat bahwa
nisbah bagi hasilnya adalah 50 % untuk nasabah dan 50 % untuk BMT X, sedangkan
pendapatan yang diperoleh dari dana tersebut adalah Rp 13.000.000, dengan beban
yang harus dikeluarkan oleh BMT sebesar Rp. 2.000.000, dengan demikian, maka
pendapatan yang dibagihasilkan setelah dikurangi beban adalah sebesar Rp. 11.000.000,
maka bagi hasil yang diperoleh Bapak Adi adalah:
(3.000.000/500.000.000)
x 11.000.000 x 50% = 33.000
2.
Revenue Sharing
Revenue sharing adalah
sistem perhitungan bagi hasil didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang
diterima sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut.[6] Adapun mekanisme perhitungan bagi
hasil (revenue sharing) adalah
sebagai berikut:[7]
a.
Hitunglah
saldo rata-rata harian sumber dana sesuai dengan klasifikasi dana yang dimiliki.
b.
Hitunglah
saldo rata-rata tertimbang sumber dana yang telah disalurkan ke dalam investasi
dan produk-produk asset lainnya.
c.
Bandingkan
antara jumlah sumber dana dengan total dana yang telah tersalurkan.
d.
Alokasi
total pendapatan kepada maisng-masing klasifikasi dana yang tersalurkan
e.
Perhatikan
nisbah sesuai kesepakatan yang tercantum dalam akad.
f.
Distribusi bagi hasil sesuai dengan nisbah
kepada pemilik dana sesuai klasifikasi dana yang dimiliki.
Adapun rumus untuk menghitung saldo rata-rata harian adalah sebagai
berikut:
SSRH
= N/D
|
N = total dana dalam periode berjalan
D = julah hari dalam periode berjalan
Adapun
mengenai rumus perhitungan bagi hasil akad mudharabah pada produk simpanan adalah sebagai
berikut:
Berikut
ini adalah contoh perhitungan bagi hasil revenue sharing pada produk
penghimpunan dana; saldo rata-rata investasi MudhΔrabah Berjangka Bapak
Adi pada bulan Agustus 2015 adalah Rp 3.000.000. Di sisi lain, saldo
rata-rata Investasi MudhΔrabah Berjangka seluruh nasabah BMT X pada
bulan yang sama adalah Rp 500.000.000. Jika kedua belah pihak sepakat bahwa
nisbah bagi hasilnya adalah 50 % untuk nasabah dan 50 % untuk BMT X, sedangkan
pendapatan yang diperoleh dari dana tersebut adalah Rp 11.000.000, maka bagi
hasil yang diperoleh Bapak Adi adalah: (3.000.000/500.000.000) x 11.000.000 x
50% = 33.000
Menurut
Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, menyatakan
secara eksplisit bahwa dalam hal prinsip pembagian hasil usaha, terminologi
pendapatan, atau hasil yang dimaksud adalah pendapatan bruto (gross profit).[8]
Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil
atau bagi laba dan jika berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar pembagian
hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) buksan total pendapatan
usaha (omset). Jika berdasarka prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba
neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan
dengan pengelolaan dana mudharabah.[9]
Penggunaan
praktis gross profit sharing sebagai dasar bagi hasil bagi nasabah
penabung atau deposan dengan skema mudharabah dapat terlihat pada
pengakuan bank syariah. Pendapatan murabahah yang dibagi hasil, misalnya
adalah nilai mergin murabahah (selisih harga jual dengan harga pokok barang
yang dijual) yang uangnya telah diterima oleh bank syariah. Ini menunjukkan
bahwa bagi hasil kepada nasabah penabung pada dasarnya adalah gross profit
sharing dan bukan revenue sharing. Demikian pula dalam pengakuan
pendapatan sewa, besaran pendapatan sewa yang disajikan dalam pendapatan utama
pada laporan rugi laba adalah pendapatan sewa setelah dikurangi biaya
opersional asset yang disewakan sebelum dikurangi biaya operasional rutin
lainnya.
Perbedaan
jumlah pendapatan yang akan dijadikan sebagai dasar untuk mengitung distribusi
bagi hasil dari kedua prinsip bagi hasil tersebut. Dengan prinsip revenue
sharing pendapatan yang digunakan untuk diperhitungkan dalam perhitungan
bagi hasil adalah pendapatan bruto yang terdiri atas pendapatan bagi hasil yang
diterima dari bagi hasil investasi pembiayaan, pendapatan margin murabahah
(penjualan setelah dikurangi harga pokok), pendapatan sewa bersih setelah
dikurangi biaya-biaya operasional sewa asset yang bersangkutan dan pendapatan
bersih lainnya. Sedangkan dengan prinsip profit sharing pendapatan yang
menjadi dasar perhitungan bagi hasil dengan prinsip revenue sharing
harus dikurangi lagi dengan biaya operasional rutin bank, sehingga diperoleh
laba bersih. Laba bersih inilah yang digunakan sebagai dasar perhitungan bagi
hasil.
B.
Perhitungan Bagi Hasil Menggunakan Pendekatan Equivalent Rate
1.
Pengertian equivalent rate
Equivalent rate merupakan indikasi tingkat
imbalan dari suatu penanaman dana atau penghimpunan dana yang dilakukan bank. Equivalent
rate juga berarti tingkat
pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate ini perannya sama dengan bunga pada bank
konvensional, yaitu memberikan gambaran seberapa besar tingkat pengembalian
atas investasi yang ditanam. Bedanya, bunga langsung diperjanjikan diawal
kontrak sebelum investasi berjalan. Sedangkan equivalent rate dihitung
oleh pihak bank setiap akhir bulan setelah investasi yang dijalankan memberikan
hasil. Nasabah dapat melihat berapa equivalent rate bank bulan yang lalu
untuk memberikan perkiraan berapa equivalent rate bank pada bulan berjalan.[10]
Equivalent rate bagi hasil tabungan adalah jumlah bagi hasil untuk
seorang nasabah perbulan dibagi dengan saldo rata‐rata tabungan nasabah tersebut yang
dinyatakan dalam bentuk persentase.
Salah satu peranan penting sebuah bank adalah
kemampuan dalam menghimpun dana pihak ketiga, yang dapat berupa tabungan,
deposito, ataupun giro. Dalam hal ini, bank
syariah menggunakan instrumen nisbah bagi hasil yang dalam bentuk lainnya
dinyatakan dengan istilah equivalent rate
dalam menarik nasabah untuk menyimpan dananya di bank syariah.
Instrumen equivalent rate di bank syariah
tentunya berbeda dengan bunga di bank konvensional yang bersaing dengan sangat
kompetitif dalam menetapkan suku bunga simpanan yang sangat menarik dalam menggaet calon nasabah dan pembagian keuntungannya
ditentukan diawal yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga dari dana yang
disimpan atau dipinjam dan sangat dipengaruhi oleh tingkat suku bunga. Semakin
tinggi tingkat suku bunga akan diikuti dengan naiknya bunga simpanan dan bunga
pinjaman.[11]
Dalam penerapannya, tidak diperbolehkan menyamakan
antara bagi hasil dengan equivalent rate, kecuali equivalent rate tersebut merupakan hasil masa lalu. Misalnya
suatu Bank Syariah menyatakan bagi hasilnya bulan kemarin setara dengan 12%
tetap saja tidak dapat menentukan berapa
besaran bagi hasil pada bulan yang akan datang. Jika nisbah bagi hasil misalkan
60:40, hasil dari bagi hasil di masa yang akan datang kemungkinan bisa kurang
atau lebih dari 12%, semuanya tergantung dari pendapatan bank syariah. Hal
seperti ini merupakan praktek yang umum di bank syariah Indonesia. Penyebutan equivalent
rate hanya untuk mempermudah nasabah
dalam memperkirakan bagi hasil saja, dan bukan bagi hasilnya. Jika equivalent
rate sama dengan hagi hasil di masa yang akan datang berarti bagi hasil
tersebut sudah dipastikan diawal dan hal
tersebut berarti riba.[12]
ER setiap Produk = Bahas untuk seluruh nasabah per produk x
100%
Total saldo rata-rata per produk
Dengan
demikian, equivalent rate merupakan perhitungan bagi hasil untuk nasabah
dengan cara mengonversi bagi hasil untuk seluruh nasabah pada masing-masing
produk Dana Pihak Ketiga dalam bentuk presentase.
Berbagi hasil dalam bank syariah menggunakan istilah nisbah bagi
hasil, yaitu proporsi bagi hasil antara nasabah dan bank syariah. Misalnya,
jika customer service bank syariah menawarkan nisbah bagi hasil Tabungan iB
sebesar 65:35. Itu artinya nasabah bank syariah akan memperoleh bagi hasil
sebesar 65% dari return investasi yang dihasilkan oleh bank syariah
melalui pengelolaan dana-dana masyarakat di sektor riil. Sementara itu bank
syariah akan mendapatkan porsi bagi hasil sebesar 35%. Bagaimana menghitung
nisbah bagi hasil tersebut?
Untuk produk pendanaan/simpanan bank syariah, misalnya Tabungan iB
dan Deposito iB, penentuan nisbah bagi hasil dipengaruhi oleh beberapa faktor,
yaitu: jenis produk simpanan, perkiraan pendapatan investasi dan biaya
operasional bank. Hanya produk simpanan iB dengan skema investasi (mudharabah)
yang mendapatkan return bagi hasil. Sementara itu untuk produk simpanan
iB dengan skema titipan (wadiah), return yang diberikan berupa
bonus.
Pertama-tama dihitung besarnya tingkat pendapatan investasi yang
dapat dibagikan kepada nasabah. Ekspektasi pendapatan investasi ini dihitung
oleh bank syariah dengan melihat performa kegiatan ekonomi di sektor-sektor
yang menjadi tujuan investasi, misalnya di sektor properti, perdagangan,
pertanian, telekomunikasi atau sektor transportasi. Setiap sektor ekonomi
memiliki karakteristik dan performa yang berbeda-beda, sehingga akan memberikan
return investasi yang berbeda-beda juga. Sebagaimana layaknya seorang investment
manager, bank syariah akan menggunakan berbagai indikator ekonomi dan
keuangan yang dapat mencerminkan kinerja dari sektoral tersebut untuk
menghitung ekspektasi /proyeksi return investasi. Termasuk juga indikator
historis (track record) dari aktivitas investasi bank syariah yang telah
dilakukan, yang tercermin dari nilai rata-rata dari seluruh jenis pembiayaan iB
yang selama ini telah diberikan ke sektor riil. Dari hasil perhitungan
tersebut, maka dapat diperoleh besarnya pendapatan investasi dalam bentuk equivalent
rate- yang akan dibagikan kepada nasabah misalnya sebesar 11%.
Selanjutnya dihitung besarnya pendapatan investasi yang merupakan
bagian untuk bank syariah sendiri, guna menutup biaya-biaya operasional
sekaligus memberikan pendapatan yang wajar. Besarnya biaya operasional
tergantung dari tingkat efisiensi bank masing-masing. Sementara itu, besarnya
pendapatan yang wajar antara lain mengacu kepada indikator-indikator keuangan
bank syariah yang bersangkutan seperti ROA (Return On Assets) dan
indikator lain yang relevan. Dari perhitungan, diperoleh bahwa bank syariah
memerlukan pendapatan investasi -yang juga dihitung dalam equivalent rate
misalnya sebesar 6 %.
Dari kedua angka tersebut, maka kemudian nisbah bagi hasil dapat
dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah dari kedua angka tersebut, maka
kemudian nisbah bagi hasil dapat dihitung. Porsi bagi hasil untuk nasabah
adalah sebesar: [11% dibagi (11%+6%)] = 0.65 atau sebesar 65%. Dan bagi hasil
untuk bank syariah sebesar: [6% dibagi (11%+6%)] = 0.35 atau sebesar 35%. Maka
nisbah bagi hasilnya kemudian dapat dituliskan sebagai 65:35.
Tentu saja dalam prakteknya nasabah iB tidak perlu terlalu pusing
dengan perhitungan njlimet bagi hasil semacam ini. Masyarakat hanya
tinggal menanyakan berapa rate indikatif dari Tabungan iB atau
Deposito iB yang diminatinya. Rate indikatif ini adalah nilai equivalent
rate dari pendapatan investasi yang akan dibagikan kepada nasabah, yang
dinyatakan dalam persentase misalnya 11% atau 8% atau 12%. Jadi masyarakat
dengan cepat dan mudah dapat menghitung berapa besar keuntungan yang akan
diperolehnya dalam menabung sekaligus berinvestasi di bank syariah.[14]
2.
Perhitungan bagi hasil tabungan dan deposito mudharabah pada
bank syariah[15]
a.
Bank Jateng Syariah
Cara perhitungan
bagi hasil produk tabungan mudharabah dan deposito mudharabah adalah sebagai
berikut :
Bahas nasabah = %
Nisbah bagi hasil nasabah x distribusi bagi hasil
bagi hasil Bank =
%Nisbah bagi hasil Bank x distribusi Bagi hasil
Setelah itu,
bank akan menghitung equivalent rate yang berlaku untuk menghitung
jumlah bagi hasil yang diperoleh oleh nasabah.
Berikut adalah
rumus bagi hasil yang digunakan oleh Bank Jateng Syariah dalam menghitung bagi
hasil:
b.
Bank Syariah Bukopin
Pada awal proses
perhitungan Bagi hasil, Bank Syariah Bukopin akan menghitung jumlah distribusi
bagi hasil yang dialokasikan untuk nasabah:
Bagi
hasil nasabah = %Nisbah Nasabah x alokasi bagi hasil
Selanjutnya,
bank akan membuat suatu acuan untuk menghitung Bagi hasil untuk perorangan,
yang disebut dengan Equivalent Rate (ER):
Setelah ER
diketahui, maka Bank Syariah Bukopin dapat menghitung nominal yang akan
diperoleh nasabah perorangan untuk produk tabungan mudharabah:
c.
Bank Muamalat Indonesia
Untuk awal dari
proses pembagian bagi hasil ini, Bank Muamalat akan menghitung berapa total
bagian bagi hasil yang diberikan kepada nasabah tabungan mudharabah sebagai
berikut:
Bagi
hasil nasabah = %Nisbah Nasabah x alokasi bagi hasil
Di Bank Muamalat
disebut dengan HI -Mil (dibaca Ha i per Mil). HI-1000 adalah angka yang
menunjukkan hasil investasi yang diperoleh dari penyaluran setiap seribu rupiah
dana yang diinvestasikan ol eh bank. Untuk menentukan HI-1000, Bank Muamalat
menggunakan rumus berikut ini :
Untuk menghitung
bagi hasil perorangan ini, rumus yang digunakan oleh Bank Muamalat adalah :
3.
Perhitungan bagi hasil dengan equivalent rate
Perhitungan bagi hasil menggunakan nilai setara atau equivalent
rate dapat digambarkan melalui rumus berikut ini:[16]
Perhitungan
bahas = Dana yang diinvestasikan x Equivalent rate Tahunan
12
Equivalent
rate tahunan = Pendapatan
bagi hasil x 365 x 100%
Saldo rata-rata tertimbang 30
Pendapatan
bagi hasil = pendapatan x Nisbah
Pendapatan
= saldo rata-rata tertimbang x PYD
Total Dana Pihak Ketiga
PYD = Total dana anggota x Total pendapatan
Total Pembiayaan yang disalurkan
Dalam perumusan di atas tersebut, dana yang diinvestasikan anggota
dengan jangka waktu 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan pada KJKS dikali equivalent
rate tahunan dibagi 12 bulan. Untuk menentukan equivalent rate
tahunan addalah pendapatan bagi hasil investasi berjangka dibagi saldo
rata-rata tertimbang dikali 365 hari dibagi 30 hari dikali 100%.
Untuk menentukan pendapatan bagi hasil anggota adalah pendapatan
KJKS pada bulan tertentu dikali dengan nisbah yang ditetapan untuk anggota. PYD
atau singkatan dari Pendapatan Yang Dibagihasilkan berlaku untuk semua anggota
dengan investasi berjangka. PYD didapatkan dari total dana anggota dibagi total
pembiayaan yang disalurkan dikali total pendapatan pada bulan tersebut. Sebagai
contoh, di bawah ini merupakan perhitungan bagi hasil setara nisbah yang
dilakukan oleh KJKS Berkah Madani dalam produk Investasi Berkah. Sebelum
memasuki ilustrasi perhitungan atas bagi hasil investasi berjangka, maka perlu
diketahui data perhitungan setara bagi hasil berikut ini:
Tabel 2.1
Nisbah bagi hasil dan equivalet rate
tahunan investasi berjangka
Kemudian didapatkan hasil perhitungan bagi hasil pada bulan januari
tahun 2013 yakni sebagai berikut:
Tabel 2.2
Perhitungan setara nisbah bagi hasil
KJKS Berkah Madani bulan januari 2013
Sebagai contoh, Ibu Khonsa menginvestasikan uangnya sebesar Rp.
25.000.000,- pada produk Investasi berjangka Berkah di KJKS Berkah Madani
dengan jangka waktu 1 bulan. Nisbah bagi hasil antara KJKS Berkah Madani dengan
Ibu Khonsa yaitu 59:41. Dengan equivalent rate tahunan investasi berjangka KJKS
Berkah Madani sebesar 10,24 % pada bulan Januari tahun 2013. Maka
langkah-langkah bagi hasil yang diperoleh Ibu Khonsa sebagai berikut:
a.
Rumus PYD investasi Berjangka:
Total Dana Nasabah x Total Pendapatan
Total
pembiayaan yang disalurkan
Kemudian dapat dihitung berdasarkan angka-angka dalam tabel di
atas:
2.470.079.953,75
x 63.93.171 = 50.682.017
3.115.947.670,08
b.
perhitungan pendapatan investasi berjangka:
Saldo rata-rata
tertimbang* x PYD*
Total DPK*
Kemudian dapat dihitung besaran pendapatan investasi berjangka 1
bulan berdasarkan angka-angka dalam tabel di atas:
434.624.812 x 50.682.017 = 8.917.793,-
2.470.079.954
Keterangan:
* saldo rata-rata tertimbang, merupakan saldo rata-rata harian pada
investasi berjangka waktu 1 bulan di bulan januari 2013.
* total Dana Pihak Ketiga pada bulan januari 2013. Didapatkan dari
total seluruh saldo rata-rata tertimbang pada produk-produk penghimpunan dana.
* PYD, merupakan pendapatan yang dibagihasilkan kepada anggota dan
lembaga pada bulan januari 2013.
c.
Perhitungan pendapatan Bagi hasil Investasi berjangka 1 bulan:
Pendapatan* x Nisbah*
Kemudian dapat dihitung besaran bagi hasil investasi berjangka 1
bulan berdasarkan angka-angka dalam tabel di atas:
8.917.793 x
0,41 = 3.656.295,-
Keterangan:
*Pendapatan, pada investasi berjangka waktu 1 bulan di bulan januari
2013.
* Nisbah, yang diterima oleh anggota pada produk investasi berjangka
berkah jangka waktu 1 bulan yaitu KJKS Berkah Madani dan Ibu Khonsa dengan
ratio 59:41.
d.
Perhitungan equivalent rate tahunan investasi berjangka:
Pendapatan bagi hasil * x 365 x 100%
Saldo rata-rata
tertimbang* 30
Kemudian dapat dihitung besaran equivalent rate tahunan investasi
berjangka 1 bulan:
3.656.295
x 365 x 100% = 10,24
%
434.624.812 30
Keterangan:
* pendapatan bagi hasil, merupakan pendapatan bagi hasil nasabah
pada investasi berjangka jangka waktu 1 bulan di bulan januari 2013.
* saldo rata-rata tertimbang
merupakan saldo rata-rata harian pada investasi berjangka jangka waktu 1
bulan di bulan januari 2013.
e.
Perhitungan bagi hasil investasi berjangka:
Dana yang diinvestasikan x Equivalent rate Tahunan
12
Kemudian dapat dihitung bagi hasil investasi berjangka 1 bulan:
25.000.000 x 10,24% = 213.333
12
Jadi,
bagi hasil yang akan diterima oleh Ibu Khonsa adalah sebesar Rp. 213.333,-
dibayarkan pada saat sesuai dengan tanggal buka investasi berjangka dan
langsung masuk ke dalam rekening Ibu Khonsa.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan pada makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.
Revenue
sharing adalah sistem perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi
dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.
Sedangkan profit sharing merupakan sistem perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada hasil net dari total pendapatan setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
memperoleh pendapatan tersebut
2.
Equivalent rate merupakan indikasi tingkat
imbalan dari suatu penanaman dana atau penghimpunan dana yang dilakukan bank. Equivalent
rate juga berarti tingkat
pengembalian atas investasi yang telah ditanamkan. Equivalent rate bagi hasil tabungan adalah jumlah bagi hasil untuk
seorang nasabah perbulan dibagi dengan saldo rata‐rata tabungan nasabah tersebut yang
dinyatakan dalam bentuk persentase.
B.
Saran
1.
Dalam
perhitungan bagi hasil setara nisbah menggunakan equivalent rate sebaiknya
tetap mencantumkan nisbahnya, karena agar terdapat kejelasan porsi pembagian
bagi hasil dalam setiap produk.
2.
Hendaknya
dalam distribusi hasil usaha, LKS menggunakan prinsip reveneu sharing karena
prinsip ini yang sesuai dengan kemaslahatan.
[1] Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Profit
Margin Pada Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2001), hlm. 86.
[2] Sunarto
Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi
Perbankan Syariah, Cet. iii,
(Jakarta: Zikrul Hakim, 2007), hlm. 180.
[3] Adiwarman
Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Cet. iii, (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2004), hlm. 191.
[4] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek. (Depok: Gema Insani, 2000), hlm. 98.
[5]
Muhamad, Teknik Perhitungan Bagi...., hlm. 97.
[6] Ibid.,
hlm. 97.
[7] Tim Pengembang
Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Bank Syariah: Konsep, Produk, dan Implementasi Operasional, hlm.
265-267.
[8] Ikatan
Akuntasi Indonesia. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Islam.. (Jakarta:
IAI. 2003), hlm. 14.
[9] DSAK IAI.
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 105 tentang Penyajian Laporan
Keuangan Syariah. (Jakarta: IAI. 2007).
[10] Vera Susanti, Pengaruh
Equivalent Rate dan Tingkat Keuntungan terhadap Dana Pihak Ketiga Perbankan
Syariah di Indonesia, Palembang: I-Finance Vol. 1. No. 1 Juli 2015. hlm.
116.
[11] Ibid.,
hlm. 114.
[12] Eliza Fitriah
dan Nur S. Buchori, Pengaruh Nisbah Bgai Hasil terhadap Penghimpunan Dana
Bank Syariah (Studi Kasus Pada Produk Tabungan di BPRS Kota Bekasi), Maslahah
vol.2 Agustus 2011, hlm. 10.
[13] Adiwarman
Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan...., hlm. 405.
[14] Perhitungan Bagi Hasil Deposito IB.pdf, dalam
www.bi.go.id/edukasi/dokumen.htm, diakses pada
tanggal 20 Desember 2016.
[15]
Muhammad
Tegar Andianto, Penerapan
Sistem Bagi Hasil Program Tabungan Mudharabah, Deposito Mudharabah, Serta Giro
Wadi’ah (Studi Kasus Di Bank Syariah Bukopin, Bank Muamalat, Dan Bank
Pembangunan Daerah (BPD) Jawa Tengah, Kota Surakarta ), (Skripsi., Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2014), hlm. 10-11.
[16] Sekar Asih
Samawi, Model Perhitungan Bagi Hasil Investasi Berjangka Mudharabah di KJKS
Berkah Madani, (Skripsi., UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), hlm.
70-85.